Leap Logo

Aplikasi Ujian Sekolah Pijar Atasi Potensi Mental Health pada Remaja

LP

Leap by Telkom

22 Jun 2024 09.47 WIB

portrait

Aplikasi ujian sekolah bantu remaja atasi mental health!

Satu dari tiga remaja di Indonesia mengalami masalah Kesehatan Mental. Data ini mengacu pada hasil survei yang telah dilakukan oleh Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), yang mengukur angka kejadian gangguan mental pada remaja 10–17 tahun di Indonesia. Remaja dalam kelompok ini adalah yang terindikasi menurut panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Edisi Kelima (DSM-5) mengenai gangguan mental.

Kesehatan mental menjadi perhatian utama di kalangan generasi muda. Berbagai faktor berkontribusi pada meningkatnya kesadaran ini, mulai dari edukasi yang lebih baik, penurunan stigma, hingga tekanan sosial dan akademis yang dihadapi sehari-hari. Hal ini diakui oleh Kirani Rahayu, siswi kelas XII SMA 40 Jakarta.

Mental health itu isu yang penting banget buat remaja. Karena remaja-remaja sekarang tuh memang memperhatikan mental health banget, karena aku lihat di berita dan sosial media, ada yang sampai menyakiti dirinya sendiri bahkan kena masalah psikis. Ada yang sampai dirawat di rumah sakit jiwa dan lain sebagainya, itu karena mental health-nya terganggu. Bahkan ada yang sampai mengurung diri akibat gagal ujian sekola dan merasa dirinya tidak berguna,” ungkap dia.

Kesehatan Mental dan Sistem Pendidikan Sekolah

Hubungan antara kesehatan mental dan sistem pendidikan, terutama dalam konteks ujian sekolah, sangat erat dan mempengaruhi satu sama lain. Ujian sering menjadi sumber utama stres dan kecemasan bagi siswa. Tekanan untuk mendapatkan nilai tinggi dapat menyebabkan gangguan tidur, kecemasan, dan gejala depresi, yang pada akhirnya berdampak negatif pada performa akademis dan kesejahteraan secara keseluruhan.

Lingkungan sekolah yang kompetitif dapat meningkatkan tekanan pada siswa. Perbandingan sosial dengan teman sebaya terkait nilai dan prestasi akademis bisa menurunkan rasa percaya diri dan kesejahteraan mental. Metode evaluasi yang terlalu berfokus pada ujian tertulis juga menambah tekanan. Alternatif seperti penilaian berkelanjutan dan proyek dapat mengurangi stres. Frekuensi ujian yang terlalu sering dapat mengganggu keseimbangan antara belajar dan istirahat, menyebabkan kelelahan mental.

Menurut Rani, begitu dia biasa disapa, sebagian remaja menganggap ujian sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental dirinya. “Untuk sebagian orang mungkin berpengaruh, karena ada sebagian yang memaksa dirinya untuk selalu mendapatkan apa yang dia mau. Misal, kalau ujian tuh diforsir terus-terusan belajarnya,” tambah Rani.

Ternyata, bukan hanya karena faktor ujian sebagai bagian evaluasi belajar saja yang membuat ‘tegang’, namun metode atau prosesnya pun bisa mempengaruhi kondisi psikologis remaja. Bagi Rani, proses ujian yang ‘ribet’ seperti ujian manual yang masih menggunakan kertas dan alat tulis juga cukup menganggu.

“Kalau kaya gitu agak ribetnya tuh kalau misal ketinggalan. Pengaruhnya, kita selalu harus menyiapkan lebih awal dan kalau misalnya ada yang tertinggal, mungkin ada sekolah yang memperbolehkan pinjam ke teman. Tapi pengalaman aku sendiri di sekolahku dulu waktu masih pakai kertas, masih pakai alat tulis gitu, biasanya kalau ketinggalan suka dilarang ikut ujian.”

Untungnya, sejak memasuki Sekolah Menengah Atas, pengalaman ujian manual tidak lagi dirasakan oleh Rani.

Aplikasi Pijar Sekolah Menjaga Mental Health Siswa

Sejak ia masuk kelas 10, ternyata SMA 40 Jakarta sudah menerapkan ujian berbasis Computer Based Test (CBT) dengan menggunakan Pijar Sekolah, yaitu platform pembelajaran yang dikembangkan oleh Telkom untuk membantu menyelesaikan ragam tantangan dalam ekosistem pendidikan di Indonesia.

Sebagaimana artikel yang pernah leap tuliskan tentang Uji Kompetensi dan Penilaian, Pijar telah membantu SMA 40 Jakarta dalam menghadapi ujian dan uji kompetensi di sekolah. Rani juga berpendapat bahwa antar muka Pijar Sekolah yang sederhana dan mudah dipahami juga sangat membantu dalam proses penggunaannya.

“Menurut aku, digital itu bisa bantu atasi mental health juga karena kalau misal digital kan kita hanya modal gadget sama paket data, trus kalau tidak ada paket data, kita masih bisa minta hotspot ke teman satu ruangan sebelum pengawas ujian datang. Jadi, sebelum pengawas datang kita sudah standby tinggal ikut ujian saja. Tidak perlu diribetin sama hal-hal lain,” kata Rani, kemudian melanjutkan.

“Pijar tuh ngebantu banget karena lebih gampang sih. Maksudnya, aku mengakses soalnya tuh lebih mudah untuk ngelewatin dan misal ada yang masih ragu-ragu, aku bisa skip dulu dan nanti bisa back gitu. Beda sama aplikasi lain, aku ga bisa menandai, jadi aku harus scroll ulang, harus teliti lagi nyarinya. Nah, kalau di Pijar kan ada tanda gitu kan, jadi aku lebih gampang untuk menandai jawaban yang aku masih ragu-ragu dan aku masih bisa balik ke soal itu trus masih bisa koreksi lagi jawaban yang benar. Jadi, no stress-stress waktu ujian.”

Memang, peran guru dan orang tua dalam mendukung kesehatan mental remaja sangat penting. Guru dan orang tua yang peka terhadap tanda-tanda stres dan masalah kesehatan mental dapat memberikan dukungan yang diperlukan. Membangun komunikasi yang terbuka antara siswa, guru, dan orang tua mengenai tekanan akademis dan kesehatan mental juga sangat penting.

“Semua orang pasti punya impian. Boleh fokus ke impian itu tapi jangan memaksakan diri. Harus punya plan B plan C lagi agar tidak stuck di satu pilihan. Karena, kalau stuck di satu pilihan aku akan merasa terbebani terus,” pungkas Rani menyatakan bagaimana ia menjaga kesehatan mental dirinya.

Formulir Pertanyaan