Leap Logo

Bisnis Mandeg, Modal Mampet Gara-Gara Pembayaran Tempo? Celaka!

LP

Leap by Telkom

07 Jul 2022 16.35 WIB

portrait

Membuka toko alat tulis kantor (ATK) memang menawarkan keuntungan yang cukup menggiurkan. Apalagi ragam inovasi alat tulis dan perlengkapan kantor terus mengalami perkembangan, dari tampilan yang menarik maupun penggunaan yang lebih praktis, membuat permintaan pasar terus meningkat. Selain itu, target pasarnya juga sudah jelas.

Jika dipantau dari sisi operasional, pelaku bisnis ini tidak terlalu banyak direpotkan karena kegiatan utama hanya belanja rutin yang bisa dilakukan secara berkala baik harian, mingguan, atau bulanan untuk memenuhi stok, selain tetap melakukan stock opname untuk memantau keluar-masuk barang. Selebihnya, aktivitas toko lebih kepada menunggu pembeli datang untuk bertransaksi dan melakukan pembukuan atau administrasi lain.

Namun, apa yang digambarkan di atas adalah sketsa kecil dari bisnis konvensional di bidang alat tulis kantor dalam skop kecil. Dalam skala yang sedikit lebih besar, bisnis peralatan kantor ini bisa menyasar pada pengadaan di kantor-kantor secara direct baik swasta, bank, ataupun BUMN. Seperti yang dijalankan oleh Sus Kamajaya, pemilik Djaya Stationary.

“Kami mulai merintis berjualan bidang ATK dari tahun 2012, kami memasok kebutuhan kantor swasta dan akhirnya bisa masuk ke bank-bank dan bahkan kantor BUMN,” demikian Sus mengawali kisahnya.

Perjalanan usahanya tidak bisa dibilang mulus tanpa masalah karena untuk membuat cashflow tetap stabil, Sus harus memutar otak juga. Usaha yang dijalankan Sus menerima sistem pembayaran atas invoice atau biasa kita sebut tempo. Pembayaran yang terlalu lama berpotensi menghambat sirkulasi barang. Jika modal mampet maka moda keluar masuk stok juga terhambat, belum lagi jika kantor lain sudah harus pasok barang.

“Kendala yang kerap kami hadapi dan menjadi permasalahan adalah tempo pembayaran yang terlalu lama bahkan sampai 60 hari,” tutur Sus.

Meski transaksi penjualan dirasa ‘aman’, tetapi apalah artinya jika bisnis tidak menghasilkan uang atau masih tertahan di pelanggan. Maka dari itu, mengatur ketentuan pembayaran yang jelas adalah hal yang mutlak dilakukan oleh pelaku usaha.

Pelaku usaha mungkin perlu mengirim beberapa faktur setiap bulannya yang tentu jika dilakukan secara manual cukup merepotkan. Namun, perkembangan teknologi memungkinkan penyederhanaan pembuatan faktur dengan software akuntansi yang dapat membantu membuat sekaligus mengirim faktur atau invoice secara otomatis dan tercatat dalam pembukuan bisnis. Perihal faktur ini merupakan sebuah tantangan tersendiri. Tantangan selanjutnya adalah memastikan pelanggan membayar tepat waktu.

Sus Kamajaya mengenang niat awalnya membuka usaha, yaitu ingin membuka lapangan pekerjaan sendiri, menyerap tenaga kerja, dan berkontribusi untuk mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia.

Tidak hanya ATK saja sebetulnya yang disediakan oleh Djaya Stationary, tetapi juga termasuk bahan pokok yang dibutuhkan kantor setiap hari. Ketika semakin berkembang, Sus Kamajaya pun merasa butuh ruang yang lebih besar untuk mengembangkan usahanya, apalagi di era serba digital sekarang.

Market yang lebih luas dan kompetitif mendorong kemampuan bisnis untuk naik kelas. Sus melihat peluang itu dengan adanya Pasar Digital (PaDi) UMKM sehingga tanpa keraguan Ia mulai bekerjasama dengan PaDi UMKM. Benar saja, tidak butuh waktu terlalu lama Djaya Stationary mampu menjaring konsumen baru baik di dalam kota maupun luar pulau.

“Setelah bergabung dengan PaDi UMKM, kami makin banyak menjaring customer-customer baru yang belum kami kenal sebelumnya, akhirnya kami punya banyak kenalan dan banyak customer, baik dari dalam kota maupun luar pulau,” seru Sus.

Pertumbuhan pasar digital di Indonesia sedang giat dan gencar, meski cukup banyak pemain besar yang ‘nyemplung’ dalam bisnis ini, tapi jumlah UMKM yang jauh lebih besar tetap membutuhkan alternatif pasar digital.

PaDi UMKM hadir membantu UMKM seperti halnya Djaya Stationary bertemu dengan pasar pengadaan BUMN yang memiliki potensi cukup besar. Padahal, kita ketahui bersama bahwa tidak mudah sebelumnya untuk masuk ke pasar BUMN. Kehadiran PaDi UMKM seolah menampik asumsi itu.

Selain pasar BUMN, PaDi juga memiliki peluang pasar lain seperti Business-to-Business (B2B) marketplace untuk perusahaan non-BUMN, pasar ritel, dan juga pengadaan negara.

Selain itu, produk yang dimiliki oleh PaDi UMKM juga sangat relevan dengan kebutuhan UMKM, apalagi jika bukan akses ke lembaga financing. Sebagai contoh, jika UMKM mendapat order dari BUMN maka invoice-nya akan dapat dijadikan agunan ke lembaga keuangan yang sudah berkolaborasi dengan PaDi. Sistem pengajuannya pun mudah karena sudah terintegrasi langsung dari sistem PaDi ke sistem lembaga keuangan lewat aplikasi atau website.

Hal ini, seperti menjawab apa yang selama ini menjadi kendala atau tantangan yang dihadapi Sus dan banyak pelaku usaha lain di luar sana. Seperti yang Sus katakan di awal tadi, jika masalah pembayaran tempo menjadi beban yang cukup berarti. Bersama PaDi, Sus mendapat solve atau solusi dari masalah permodalan yang Ia hadapi. Kemudian, dengan digaetnya konsumen-konsumen baru, membantu Sus dalam hal penjualan.

“Yang jelas, PaDi sangat bagus dan membantu banget di bidang penjualan, hal yang mendasar yang kami butuhkan adalah permodalan dikarenakan banyaknya pembayaran tempo. Namun, dengan adanya PaDi kami mendapat consumer baru dengan alternatif pembayaran lain, kami berharap PaDi UMKM makin maju dan makin ada inovasi-inovasi baru,” pungkas Sus.

Selain cerita mengenai PaDi UMKM, masih penasaran dengan cerita lainnya? kunjungi medium kami di medium.leaptelkom dan follow untuk mengikuti keseruan lainnya!

Formulir Pertanyaan