LP
Leap by Telkom
•
29 Aug 2023 17.23 WIB
Siapa tidak pernah mendengar nama Ahmad Dahlan? Dia adalah salah satu tokoh penting pendidikan di Indonesia. Ia juga orang penting dalam gerakan Islam di Jawa. Kita tahu, sosok ulama tidak pernah bisa dilepaskan dari dunia pendidikan di negara ini. Ahmad Dahlan memimpin Yayasan Islam yang mendirikan Sekolah Tinggi Islam pada tahun 1927. Jauh sebelum nusantara mengunyah kemerdekaan.
Sekolah Tinggi Islam ini kemudian berubah nama menjadi Sekolah Tinggi Islam Jogjakarta (STIJ) pada tahun 1945, selanjutnya bertransformasi menjadi universitas bernama Universitas Islam Indonesia (UII). Seturut namanya, UII sejak awal berlandaskan nilai-nilai Islam. Semula, pengembangan ilmu agama dan humaniora lebih difokuskan, namun seiring berjalannya waktu, UII mulai mengembangkan program-program dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi.
Satu-satunya yang tidak berubah adalah kesadaran bahwa sebuah lembaga pendidikan berkaitan erat dengan orang-orang yang dididik. Universitas dengan mahasiswanya. “Bahkan ada tagline bahwa UII itu besar karena mahasiswanya dan kami sangat sadar dengan itu,” buka Beni Suranto, S.T., M.Soft.Eng, Direktur Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan Universitas Islam Indonesia ketika ditemui redaksi 16 Agustus 2023 di ruang kerjanya.
Maka dari itu, di zaman serba transparan dan canggih ini, semua informasi yang berhubungan dengan kemahasiswaan dari pihak Universitas harus sampai dan diterima dengan cepat, efektif, dan efisien oleh mahasiswa. Ini karena UII tahu benar mahasiswa adalah bagian penting dalam keberlangsungan tata kelola Universitas. Bahkan menjadi bagian krusial pula dalam pengambilan keputusan. Menurut Beni, sejak tahun 2014 mereka menyadari bahwa di kemahasiswaan, kunci mencapai peningkatan engagement mahasiswa adalah lewat digitalisasi. UII sendiri memiliki strategi, mereka tak ingin mahasiswa mendapat informasi receh semata. Pihak kampus menetapkan bahwa informasi yang sampai kepada mahasiswa haruslah yang memiliki value, mudahnya, itu berguna untuk mereka.
Ada dua hal yang menjadi konsentrasi, yaitu penyebaran informasi dan interaksi dua arah. UII mengamalkan kedua hal ini secara organik, artinya mereka melakukan penyebaran informasi melalui kanal-kanal atau channel komunikasi seperti Whatsapp dan email secara terpisah. Pengerjaannya yang masih manual, teranglah sangat merepotkan. Belum lagi efek data yang berserakan, sporadis.
“Nah, secara data kami menangkap tren kebutuhan untuk melayani komunikasi mahasiswa sebagai sektor utama, sangat prioritas. Kemudian kami berpikir perlu ada strategi baru, artinya perlu digunakan tools yang lebih integrated. Karena mahasiswa kita ini kan sangat aktif apalagi milenial gen z yang sangat dekat dengan sosial media dan interaksi di digital. Cuma seringkali dalam konteks pelayanan komunikasi dan interaksi tadi kesannya masih sporadis dan untuk analisa data masih kami rekap excel, itu cukup merepotkan,”.
Sadar bahwa kebutuhan digital sangat penting tetapi mereka masih mengerjakan secara manual, membuat banyak staf terkait menjadi kewalahan. Misal, saat tracing pesan mahasiswa tentang beasiswa itu ke staf A, kadang bertanya juga ke staf B sehingga ini menimbulkan kebingungan karena tidak satu tempat bertanya yang jelas. Hal lain saat kampus didorong memberikan broadcast pesan tentang berbagai informasi dan perkembangan perkuliahan selama masa pandemi kepada mahasiswa, seperti pendaftaran vaksin, pendaftaran beasiswa, informasi mahasiswa baru pada saat orientasi, dan sebagainya.
Sadar pula jika tidak cepat mencari solusi akan memperparah kondisi yang ada, maka Beni dan tim mencoba mem-browsing tentang layanan omnichannel dan bertemulah dengan salah satu produk digital dari Leap Telkom yaitu Omni Communication Assistant (OCA).
Beni yang memiliki background informatika segera mengenali bagaimana OCA berpotensi menyelesaikan senarai permasalahan di UII, tempatnya bekerja. OCA membuat serangkaian komunikasi antara pihak kampus dan mahasiswa jadi terintegrasi di setiap kanalnya. Pemantauan pun dapat dilakukan secara cepat, real time, dan transparan melalui sebuah dashboard.
“Saya bisa memantau dan memastikan tidak ada pesan yang belum terbalas. Disposisi tugas kepada staf pun menjadi lebih mudah. Contohnya saat kita akan melakukan broadcast, kita bisa memantau berapa pesan yang sampai, berapa yang tidak, dan berapa yang perlu direspon balik, dan seterusnya,” papar dia.
Selain itu, staf pun tidak lagi direpotkan dengan interaksi atau komunikasi yang sifatnya personal ke whatsapp pribadi, misalkan.
OCA Interactions yang digunakan Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan UII ini, memungkinkan komunikasi berjalan secara dua arah. Sehingga memungkinkan mahasiswa bahkan orangtua dan alumni bertanya banyak hal, seperti layanan kemahasiswaan seperti beasiswa, status pengajuan proposal kegiatan mahasiswa, event-event macam seminar anti napza, link pendaftaran, dan masih banyak lagi.
Menurut Beni, kemahasiswaan memiliki spektrum yang luas dan beragam. Biasanya, mahasiswa semester awal paling sering menanyakan tentang prosedur dan layanan. Mahasiswa tengah menuju akhir, biasanya menanyakan tentang beasiswa dan peluang magang, juga peluang mobilitas internasional.
Terkait Environmental Social Governance (ESG), Beni pun mengatakan kalau OCA turut memberikan sumbangsih pencapaian investasi ESG di kampus UII.
“Digitalisasi itu kan sebenarnya salah satunya adalah paperless, dan kita memang sekarang sudah fokus ke digital. Contoh, sekarang promosi menggunakan baliho sudah tidak ada dan beralih ke digital. Lalu, kita pun sudah tidak perlu lagi mengirim pengumuman ke lembaga mahasiswa dan menempel surat. Tentulah dari sisi Environmental-nya terjaga. Sementara dari sisi Governance, kita tidak lagi mengira-ngira seberapa efektif komunikasi, justru analisa bisa dilakukan karena kita punya data dan tidak ada proses-proses yang tidak institusional. Semua ada dalam sistem yang mendukung proses bisnis yang tertata,” tambah dia.
Hal paling terpenting lagi menurut Beni adalah platform OCA sangat easy operated. Meski tidak semua staf berlatar belakang informatika, nyatanya mereka tidak mengalami kesulitan dalam mengoperasikan, “karena memang kita mencari tools yang tidak ribet, kalau tools-nya ribet, kita sudah malas duluan dan menurut saya tools seperti OCA ini sangat membantu dan tools ini sangat cocok untuk diinvestasi. Meskipun saya baru dalam menggunakannya, namun kebutuhan saya dan para mahasiswa sudah banyak terpenuhi dan secara experience kualitasnya semakin baik”.
Nyaris satu abad UII berdiri. Melahirkan sumber daya insani dari generasi ke generasi. Perjalanan yang jauh dan panjang ini pastilah tak terlepas dari adaptasi dan toleransi budaya yang begitu tinggi, juga kemampuan universitas dalam bertransformasi. OCA hanya salah satu solusi digital yang dilahirkan Telkom untuk membantu ekosistem komunikasi, termasuk dalam pendidikan. Masih banyak solusi digital lain yang juga dihadirkan. Banyak cerita akan kami sampaikan, jangan terlewat Leapers! (hzr)
Artikel Terkait
IPC Terminal Petikemas Berhasil Meningkatkan Layanan Pelanggan dengan Pelanggan hingga 233% berkat OCA Interaction
1 bulan yang lalu
Solusi Komunikasi OCA terhadap Dukungan Pelanggan dengan WhatsApp Business API
3 bulan yang lalu
Solusi Komunikasi OCA terhadap Dukungan Pelanggan dengan WhatsApp Business API
3 bulan yang lalu
Solusi Omnichannel OCA bantu BSI Maslahat Jangkau Puluhan Ribu Pelanggan dalam Sekali Klik
4 bulan yang lalu