LP
Leap by Telkom
•
26 Oct 2022 15.01 WIB
(Bagian 2)
Masih ingatkah Leapers dengan film ‘The Social Dilemma’? film dokumenter drama yang menjelaskan secara atraktif perkembangan media sosial dan dampaknya bagi masyarakat dunia. Salah satu hal yang dapat dipetik yaitu perihal kontrol perusahaan-perusahaan teknologi besar dalam membentuk pola pikir dan perilaku banyak manusia. Internet telah membawa umat manusia multi bangsa berkumpul dalam jumlah yang eksponensial di ruang maya. Big Tech menjadi komposer utama dalam orkestrasi sosial ini.
Tak terkecuali Indonesia! Hal ini diperkuat dengan pernyataan Kepios sebagai salah satu lembaga yang memiliki perhatian terkait kerja internet, disebutkan pengguna internet Indonesia rata-rata menghabiskan waktu 8 jam 36 menit ketika berselancar di semua perangkat. Fakta ini menjelaskan betapa intensifnya bangsa ini terhubung dengan internet.
Kemudian, sebagian orang mulai berpikir, apakah kita hanya akan berakhir menjadi ‘bangsa end user’?. Yang memamah dan bukan mencipta. Yang menelan dan bukan membuat. Yang ikut (followers) dan bukan turut menentukan (players). Dengan populasi nomor empat di dunia, kerentanan untuk menjadi ‘bangsa end user’ adalah nyata. Dalam posisi ini, senarai kerentanan lain akan menyusul. Kerentanan itu bernama kedaulatan.
Kedaulatan Digital dan Upaya Menjawabnya
Sovereignty atau kedaulatan adalah diskursus tua dalam negara bangsa. Umumnya ia diucapkan dalam pembicaraan politik, ekonomi, dan aspek-aspek lain kemandirian. Selama negara bangsa masih berdiri, kedaulatan akan selalu menjadi kosakata penting dan relevan. Dahulu, seorang tokoh pernah berseru, “Sovereignty is not given, it is taken”. Artinya, siapa saja yang berniat mencapai kedaulatan, dia tidak bisa menunggu dan berharap belaka, kecuali mengupayakan sesuatu. Hukum itu pula yang berlaku saat kemajuan membawa semua orang pada tema penting: kedaulatan digital.
Menanggapi hal tersebut, Telkom selalu mewaspadai isu ini. Bahkan sigap menjawabnya pula. Salah satunya dengan membawa perusahaan menapaki level baru menjadi digital telco sekaligus merupakan langkah konkrit bagi proposal kedaulatan digital. Leap salah satu lini penting bisnisnya. Ia terus mengembangkan berbagai produk digital anak bangsa dalam berbagai sektor. Rupa-rupa yang sudah, sedang, dan terus dikerjakan, seperti Agree untuk pertanian dan perikanan, Antares untuk IoT, BigBox bagi Big Data, Logee untuk logistik, Pijar bagi pendidikan dan PaDi UMKM guna pengembangan UMKM. Masih ada pula My Sooltan, OCA dan puluhan produk digital lain.
“Kedaulatan digital itu kan ya kita jangan menjadi konsumen saja di negara sendiri. Maka kita harus memiliki kesiapan dari sisi ‘infrastruktur’ dan kesiapan ‘orang’ agar bisa mendevelop produk-produk line up digital yang tidak kalah dengan yang ada di luar atau yang memang sudah top one, top two gitu”, terang Vice President Digital Business Performance, Jokoadi Wibowo, atau Yodi terkait visi kedaulatan digital.
Dari penjelasan tersebut, melalui Leap ekosistem digital sedang berproses maju ke depan. Leap dengan berbagai produk digitalnya terus membidik area-area yang memiliki ukuran pasar yang besar. Ekosistem digital tersebut akan dipantau dan mendapatkan pendekatan evaluatif yang terukur dan ketat. Misalnya di ranah logistik, akan dipastikan proses dan kesiapannya untuk menjadi DigiCo dengan tujuan finalnya akan berposisi sebagai platform logistik nasional, bahkan mungkin global.
Dalam pengertian menjadi platform logistik nasional, ia akan menjadi 4PL (Fourth Party Logistic) provider yang menawarkan jasa logistik secara terpadu. Itu berarti bertanggung jawab untuk semua manajemen rantai pasokan yang mencakup gudang, truk pengiriman hingga control tower-nya.
Tidak hanya logistik, UMKM pun juga menjadi perhatian Leap. Salah satunya, dengan memberikan dorongan berupa platform digital Telkom untuk UMKM. Tujuan utamanya yaitu mempermudah proses UMKM yang selama ini diketahui dikelola secara tradisional dan berangsur-angsur. Sebelumnya pasar mereka terbatas, artinya pendapatannya sangat terlimitasi.
Merambahnya UMKM menuju ekosistem digital Telkom membuat mereka bisa menjangkau pasar nasional, bahkan ada yang global. Kasus ini tidak hanya terjadi di satu-dua unit UMKM, kemajuannya sudah mulai bersifat massal. Telkom melalui Leap oleh karenanya terlibat secara langsung dalam meningkatkan kesejahteraan.
Mengorkestrasi Platform Digital Telkom
Dirigen yang piawai akan memandu seluruh pemegang instrumen untuk bekerja melahirkan harmoni. Musisi tidak bisa bekerja sendiri-sendiri sesuai hasrat yang dimau. Pada akhirnya simfoni merdu bersamalah yang harus dihasilkan dan selanjutnya menyenangkan telinga pendengar. Semakin besar skala orkestrasi (big orchestra) semakin tidak gampang menanganinya. Hal ini berlaku pula dalam bisnis digital yang tengah dipandu oleh Telkom. Ada puluhan produk digital, aneka pasar yang disasar, pun terdapat model business yang harus diterapkan. Fungsi orkestrasi menjadi tema penting, tidak mungkin tidak.
Saat ini Telkom di DFU mengurus tidak kurang dari 30-an produk. Dengan jumlah yang tidak kecil, penanganannya pun terbilang kompleks. Leap meletakkan pendekatan menarik standar perkembangan produk yang paling menonjol. Padi UMKM dan Logee sejauh ini adalah contoh produk digital yang bisa dijadikan acuan perkembangan. Kedua produk ini rupanya menumbuhkan kultur sense of ownership yang bagus. Selalu ada upaya memandu dan mendorong (drive and push) untuk terus mencapai standar kualitas yang paripurna.
“Hanya dengan memiliki standar yang precious seperti itu, produk digital kita akan semakin menjadi lebih baik. Terbang lebih tinggi,” tandas ia.
Barisan Muda dan Pendekatan Berbeda
Seperti yang diketahui, belakangan organisasi bisnis Telkom banyak diisi oleh anak muda atau biasa disebut Millennials. Kehadirannya pun memberikan pengaruh positif, baik dari segi pengetahuan maupun kapabilitas. Secara alami, generasi ini tumbuh seiring perkembangan digitalisasi, sebutlah mereka sebagai ‘digital native’. Kekhususan ini membuatnya lebih adaptif dan memiliki kecepatan dalam memahami alur kerja dunia digital. Ini menjadi nilai lebih, katakan bila dibandingkan dengan generasi sebelumnya, yang tumbuh di era konektivitas terbatas dan sehari-hari hanya akrab dengan telepon dalam wujud lampau.
Selain itu, di tubuh Telkom sendiri, kaum muda memiliki kesempatan yang baik untuk menempati posisi tertentu. Telkom selalu membuka diri pada kemungkinan kepemimpinan muda, tak terkecuali dirinya yang masih baru menginjak kepala empat.
“Nah kalau untuk chance menjadi leader saya lihat itu sebenarnya sangat terbuka. Dari sisi kemampuan saya lihat sudah sangat baik. Kemarin contoh yang diprogram DBT ada EVP take over ya yang millennial itu diberikan, dijadikan POH EVP DBT selama satu hari untuk menjalani aktivitas EVP. Contoh yang jelas lagi kita liat aja Mas Fajrin.”
Leapers pasti pernah mengetahui strategi ‘bakar uang’ yang populer dilakukan startup digital, namun rupanya tidak dengan Telkom yang menempatkan strateginya sendiri. Menurut Yodi, kebanyakan startup akan bekerja dengan alur yang memiliki celah serius. Selama ini banyak startup yang melakukan investasi cukup besar dengan ‘burn money’. Umumnya di masa awal mereka akan melakukan kegiatan marketing dan promo besar termasuk rekrutmen besar atas talenta-talenta bagus. Memasang harga tinggi untuk maksud tersebut. Di sisi lain sekaligus menunjukkan kapabilitas tertentu.
Tujuannya? tentu untuk meyakinkan investor. Tapi, permainan tak selesai di situ. Investor awalnya fokus kepada pertumbuhan dari Gross Merchandise Volume (GMV). GMV sendiri merupakan istilah yang digunakan dalam ritel online untuk menunjukkan total nilai uang penjualan untuk barang dagangan yang dijual melalui pasar tertentu selama jangka waktu tertentu. GMV mencakup biaya atau potongan lain yang mungkin dihitung penjual secara terpisah. Lantas setelah 3–4 tahun mereka (baca: para investor) mulai tanya ‘where’s the money?’
Sedangkan, Telkom sebagai BUMN harus lebih prudent dan menekankan pada performa produk digital yang dikembangkannya. Dipantau secara serius dan ketat sejak dini terlebih dahulu. Semua metrik yang diperlukan termasuk key metrik berupa revenue akan dipakai. Fokusnya pada pertumbuhan yang sesungguhnya, idealnya bersifat eksponensial. Masing-masing produk digital itu akan dikembangkan seperti apa, diperiksa pertumbuhannya. Produk-produk yang tumbuh dengan baik, memiliki potensi valuasi tinggi untuk menarik investor lain yang kemudian dapat dipindahkan ke DigiCo.
Direktorat Digital Business masih terus berupaya menghadapi berbagai tantangan kedepannya. Siklus melandai dan menanjak menjadi bagian yang tak terpisahkan, sebagaimana lazimnya sebuah bisnis bekerja. “Do the Best lah”, begitu Yodi biasa berseru. Begitu pula nafas kebanyakan orang yang bekerja di Telkom dalam mengemudikan dirinya. Melakukan yang terbaik.
“Jika bekerja bernilai ibadah, maka bekerja sebaik-baiknya adalah bagian dari ikhtiar yang akan kita pertanggungjawabkan kepadaNya,” pungkas Yodi.
Yuk, bagi para digital talenta, tunjukan kemampuanmu dan berkarya bersama kami di Telkom Indonesia dengan klik button di bawah ini!
Masih penasaran dengan cerita lainnya? kunjungi medium kami dan follow untuk mengikuti keseruan lainnya!
Artikel Terkait
Telkom Dorong Transformasi Digital Indonesia, Hadirkan Solusi Cerdas Lewat BigBox AI
1 bulan yang lalu
BigBox AI dari Telkom, Solusi Keamanan Siber Tanpa Kompromi
1 bulan yang lalu
Antares Eazy: Solusi AI untuk Keamanan dan Efisiensi Kampus
1 bulan yang lalu
Peran Penting Data Center dalam Mendukung Keandalan Solusi AI
2 bulan yang lalu