LP
Leap by Telkom
•
04 Aug 2022 17.33 WIB
Kehebohan ini dimulai ketika Mark Zuckerberg mengumumkan mengenai dunia meta dan mengubah nama perusahaan induk Facebook menjadi Meta. Serta merta metaverse menjadi perbincangan di banyak kalangan. Termasuk juga perusahaan-perusahaan teknologi melakukan tindakan ke arah tersebut, sebutlah Microsoft yang menggelontorkan dana sebesar US$68,7 miliar untuk mengakuisisi pengembang game Activision Blizzard.
Tidak itu saja ternyata, beberapa perusahaan di luar teknologi pun ternyata juga ‘ikut serta’ ingin berandil. Sebut saja brand Nike yang mengajukan merek dagang baru untuk menjual Air Jordans secara virtual, dan beberapa brand fashion high end juga terkesan berlomba-lomba hadir di dunia meta. Seolah, metaverse membuka peluang kreatif, inovatif dan transformatif digital yang lebih jauh lagi.
Apa sebetulnya Metaverse?
Wikipedia menyebut dalam futurisme dan fiksi ilmiah, metaverse diartikan sebagai iterasi hipotesis dari internet sebagai dunia maya tunggal, universal dan imersif yang difasilitasi oleh penggunaan headset realitas virtual (VR) dan realitas tertambah (AR). Dalam penggunaan sehari-hari, metaverse adalah jaringan dunia virtual 3S yang berfokus pada koneksi sosial. Sekali lagi, pengguna menavigasi metaverse menggunakan gerakan mata, feedback controller, dan perintah suara. Headset akan merangsang pengguna sehingga merasakan ‘hadir’ dan mengalami sensasi fisik seolah benar-benar berada di sana.
Konsepsi populer dari metaverse adalah dunia berbasis VR yang independen dari dunia fisik kita di mana orang dapat bersosialisasi dan terlibat dalam berbagai pengalaman virtual yang tampaknya tak berbatas.
Istilah metaverse berasal dari novel fiksi ilmiah tahun 1992 berjudul Snow Crash sebagai portmanteau dari “meta” dan “universe”. Portmanteau sendiri berasal dari Bahasa Perancis yang berarti ‘koper’ yang memiliki dua bagian. Menggabungkan kata ‘porte’ yang berarti ‘membawa’ dan ‘manteau’ yang berarti ‘jubah’. Pun demikian dengan kata ‘metaverse’ yang memegang atau membawa arti dari dua kata atau lebih.
Pengembangan metaverse senantiasa dikaitkan dengan kemajuan teknologi VR (Virtual Reality) karena meningkatnya tuntutan untuk imersi, ketiadaan batas antara dunia maya dan nyata.
Untuk melihat seperti apa dunia meta, game realitas virtual multi-player populer seperti Rec Room atau Horizon Worlds bisa menjadi salah satu contoh simulatornya, di mana para peserta atau pemain menggunakan avatar untuk berinteraksi antara satu sama lain dan memanipulasi lingkungan mereka.
Metaverse dan Gen Z
Generasi Z yang lebih banyak menghabiskan waktu online dan menjelajahi kemungkinan metaverse dianggap sebagai pasar yang sangat potensial. Para pemain mode dan perusahaan teknologi melihat ini sebagai peluang. Banyak asumsi yang beredar terkait metaverse yang mendefinisikan sebagai lingkungan digital yang hiperinteraktif dan kreatif tempat orang bekerja, bermain, bersosialisasi dan berbelanja. Keterlibatan Gen Z dan konsumen muda dikarenakan merekalah yang dianggap paling paham mengenai teknologi.
Dalam ranah fashion The State of Fashion 2022 memberi laporan industri terbaru dari McKinsey bekerjasama dengan Business of Fashion (BoF) mengenai pola pikir metaverse. Di antaranya, menilik waktu yang dihabiskan Gen Z dalam sehari di depan layar adalah rata-rata delapan jam pada tahun 2020. Sehingga ruang digital yang interaktif dan kreatif adalah evolusi secara alami yang tercermin dalam jumlah waktu yang dihabiskan konsumen secara online yang terus bertambah.
Gen Z sangat memperhatikan ekspresi pribadi dan hal ini akan terikut serta ketika dibawa ke dunia virtual. Sehingga ada dorongan untuk mengekspresikan diri mereka di dunia virtual dengan produk virtual melalui persona virtual. Bagi sebagian konsumen, bisa jadi mode digital ini adalah perpanjangan alami dari penerapan filter media sosial pada platform seperti Instagram, misalnya.
Perusahaan di ranah fashion mulai melakukan terobosan-terobosan meta seperti Gucci Garden yang ke luar angkasa di metaverse game Roblox di mana ada 19 juta pengunjung juga ke sana. Pemain mode lain mengincar industri game lain mengingat daya tarik untuk terlibat dan membangun komunitas dalam game dan dunia virtual lainnya. Selain Gucci, Ralph Lauren juga bermitra dengan aplikasi jejaring sosial Korea Selatan Zepeto untuk membuat koleksi fashion virtual yang membuat pengguna bisa mendandani avatar mereka dengan produk eksklusif atau ‘skin’ yang mengubah penampilan.
Di dunia hiburan pun tidak ketinggalan, semakin banyak pekerja seni, musisi dan label yang bereksperimen mengadakan konser di metaverse. Salah satu yang juga dilakukan Telkom adalah konser meta Pusakata dan Vidi Aldiano. Ini masih awal, bagaimana perkembangan dan seberapa jauh kebermanfaatan metaverse dalam dunia nyata, kita lihat saja nanti.
Yuk nikmati serunya konten metaverse dari Telkom dan cari tahu informasi selengkapnya di Instagram konsermeta.merchenesia. Lebih seru lagi, Leapers bisa bergabung bersama digital talent yang ada di Telkom untuk mendigitalisasi Indonesia.
Bagi Leapers yang masih penasaran dengan cerita lainnya, kunjungi medium kami dan follow untuk mengikuti keseruan lainnya ya!
Artikel Terkait
Infrastruktur Andal Tentukan Pengembangan AI Next Generation
4 bulan yang lalu
Pemanfaatan IoT pada Industri Logistik: Solusi IoT Antares bantu Tanto Atasi Potensi Kehilangan Container
4 bulan yang lalu
Solusi Omnichannel OCA bantu BSI Maslahat Jangkau Puluhan Ribu Pelanggan dalam Sekali Klik
4 bulan yang lalu
Evolusi Rantai Pasok Digital Solusi Logistik Lebih Efisien
4 bulan yang lalu