LP
Leap by Telkom
•
15 Sep 2023 13.03 WIB
Sebuah jaket Gucci dibanderol seharga $5000 setara 76 juta dalam rupiah. Tetapi tahukah, jika Anda membeli jaket itu, maka sebagian besar uang yang Anda keluarkan bukan untuk kualitas si jaket. Hal ini dibuktikan oleh salah seorang konten kreator yang membuat jaket sama persis dengan yang dijual Gucci langsung kepada designer mode kelas dunia di Italia dan menghabiskan uang hanya $400. Kemudian, ia membagikannya di Instagram, ‘saat kita membeli barang mewah, 92% dari harga barang itu bukanlah untuk kualitas, melainkan seperti iklan, biaya sewa toko fisik, semua hal itu termasuk yang disebut MERK begitu katanya.
Contoh lain, kita bisa melihat perbedaan market cap atau kapitalisasi pasar antara mobil Fiat dan Tesla. Market cap adalah sebuah ukuran yang didasarkan pada nilai agregat suatu perusahaan yang didapat dari total pengalian jumlah saham perusahaan yang beredar dengan harga satu lembar saham di pasaran. Market cap Fiat per mobil terjual pada tahun 2020 adalah $4000 sementara Tesla $860ribu. Sungguh jauh, berkali-kali lipat meski keduanya sama-sama mobil. Bedanya, yang satu berbahan bakar bensin, satunya lagi baterai. Apakah tingginya nilai Tesla dikarenakan harga baterainya? Tentu saja tidak. Salah satu orang yang berpikir sama adalah Gita Wirjawan, ia katakan dalam salah satu program di kanal Youtube-nya kalau semua itu disebabkan narasi digital!
Dari sini kita mengerti bahwa membangun sebuah image brand butuh biaya yang tidak sedikit. Butuh upaya yang tidak main-main juga. Apalagi di zaman serba digital. Aktivitas pemasaran menggunakan berbagai platform dan alat digital yang sudah barang tentu melibatkan penggunaan internet dan teknologi digital. Fungsinya tidak lain tidak bukan adalah untuk mempromosikan produk, layanan, juga merk baik itu kepada pelanggan atau juga audiens yang potensial menjadi pelanggan. Agar roda bisnis yang dijalankan oleh perusahaan tersebut tetap berkelanjutan. Peran ini belakangan dikenal dengan istilah Digital Marketing.
Sebetulnya, digital marketing bukanlah hal yang baru. Sejak internet muncul di tahun 1990-an, email digunakan sebagai alat pertama menjalin komunikasi dengan pelanggan potensial. Lalu, muncullah situs-situs, termasuk mesin pencari seperti Google pada tahun 2000-an yang memungkinkan peluang baru terhadap langkah dan aktivitas pemasaran. Maka optimisasi mesin pencari atau yang dikenal dengan istilah Search Engine Optimization (SEO) dan iklan berbasis Search Engine Marketing (SEM) menjadi penting. Kemudian, istilah pemasaran online menjadi familiar di pendengaran.
Perkembangan digital berlanjut ketika sosial media demikian marak. Satu dekade antara akhir 2000an hingga awal 2010-an menjadi masa-masa pencerahan. Sebut saja Facebook, Twitter, dan LinkedIn yang geliatnya masih getol sampai detik ini. Sebetulnya, apa yang dilakukan Digital Marketing? Bagaimana role ini bekerja? Bersama Leap kali ini, Sherlyana, Digital Marketer Leap Telkom akan membagikan pengalamannya.
Sherly, begitu ia akrab disapa, sebetulnya tidak pernah membayangkan akan bekerja sebagai seorang Digital Marketer. Ia yang kuliah jurusan akuntansi di Universitas Widyatama, Bandung, semula berpikir karirnya tidak akan jauh-jauh dari urusan keuangan. Tetapi tantangan bukanlah hal yang harus dielakkan, bukan?
“Awalnya, saya pernah bekerja di plasa.com, mudahnya, e-commerce milik Metranet. Metranet sendiri adalah anak perusahaan PT Telkom. Selama setahun saya di bagian merchant acquisition. Kemudian, saya pindah ke blanja.com dan ditempatkan di operation, persisnya sebagai seller relation,” buka Sherly.
Di blanja.com, ia lebih banyak bersentuhan dengan seller-seller yang ada di sana. Dari sini, karier Sherly berlanjut ke Digital Scale up and Marketing (DSM) sebelum akhirnya bertransformasi menjadi Digital Market Management (DMM) saat ini. DMM merupakan salah satu unit di bawah Digital Business Technology (DBT) yang mengerjakan proses marketing produk-produk digital Telkom.
“Saya ditempatkan di semacam sub unit namanya Digital Market Operation (DMO), menjalankan digital marketing dan operasionalnya, utamanya yang saya kerjakan berhubungan dengan ads. Jadi, kami menjalankan rangkaian proses digital advertisement untuk produk-produk digital Telkom,” terang Sherly.
Keseharian pekerjaan Sherly adalah melakukan advertising placement, dimulai dari setting atau tahap persiapan sampai ads itu berjalan. “Biasanya saya juga melihat review apakah hasilnya sudah oke apa belum, apa yang kira-kira bisa di-improve, jika diperlukan improvement dari sisi targetingnya, maka perlu diperbaiki audiensnya atau bisa juga dari sisi kontennya, apakah sudah cocok atau memang perlu diperbaiki”.
Sebelum melakukan penempatan iklan atau advertising placement, hal yang paling krusial adalah mempersiapkannya dengan matang. Karena lebih dari separuh pekerjaan sebetulnya ada di awal, ketika materi sudah lengkap, implementasinya sudah menggunakan sistem.
Kalau boleh dirumuskan, langkah-langkah yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan Digital Marketing adalah menetapkan tujuan terlebih dahulu. Digital Marketer harus tahu apa yang ingin dicapai melalui digital marketing, apakah tujuannya untuk meningkatkan penjualan, apakah untuk meningkatkan brand awareness, atau apakah bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak user/ pelanggan. Hal-hal ini kaitannya akan berpengaruh terhadap pembuatan strategi.
Hal kedua adalah mengidentifikasi target audiens. Dengan mendapatkan informasi siapa target audiens dan apa kebutuhannya, maka akan didapatlah cara terbaik untuk mencapai target audiens ini. Ketiga, membuat rencana strategi yaitu mencakup jenis konten yang akan dibuat, platform apa yang akan digunakan, dan lain-lain. Termasuk pula budget yang dianggarkan untuk pelaksanaan promosi atau campaign.
Keempat, menyiapkan konten yang relevan dan berkualitas sesuai dengan kebutuhan audiens. Konten yang dimaksud di sini bisa berupa artikel, video, gambar, infografis, dan lain-lain. Yang kelima adalah mengimplementasi Analytic Tools dan marketing tag untuk menganalisa data dan mengoptimasi campaign/ promosi yang dijalankan. Terakhir, penyesuaian dan perbaikan berkala pada campaign. Seperti perbaikan konten, perubahan target audiens, penyesuaian budget, dan hal lain sesuai dengan hasil analisa. Tujuannya tentu saja agar memperoleh hasil yang terbaik.
Ketika ditanya apa yang sebetulnya menjadi tantangan bagi seorang yang bekerja di bidang Digital Marketing, khususnya Leap, Sherly menjawab bahwa tantangan terbesar adalah karena produk-produk digital Telkom memiliki karakter dan jenis yang berbeda-beda. Artinya, Sherly dan tim perlu menyesuaikan dengan kebutuhan masing-masing produk dan sifatnya sangat dinamis saat menempatkan digital advertisement agar benar-benar mendapat audiens yang tepat.
“Kadang kan kita menjalani digital adv tidak melulu berhasil dan sukses. Karena produk kita kebanyakan Business to Business (B2B), maka tidak semua ads. Jadi, strateginya mungkin perlu kita ubah. Memang tantangannya di situ, strategi antara satu produk dengan produk lain tidak bisa sama. Kita harus menyesuaikan dengan karakteristiknya masing-masing agar kita bisa tracking sampai ke ujung konversi sehingga bisa terlihat berapa nilai revenue yang diperoleh dari budget yang dikeluarkan. Sekali lagi, tantangan produk-produk B2B adalah tidak bisa dilakukan end to end untuk transaksi di platformnya dan biasanya baru sebatas leads saja”.
Proses yang Sherly sebut ini pada praktiknya cukup panjang. Proses dan progress-nya pun kadang tidak bisa seketika terlihat. Lain hal dengan produk Business to Customer (B2C) yang dari awal sampai akhir bisa dengan mudah dipantau. Untuk itu, dalam menjalankan Digital Marketing, Sherly membagi tips.
“Penting sekali melakukan A/B Testing pada campaign baik dari sisi konten atau elemen lainnya. Hal ini berguna untuk melihat apa sebenarnya yang paling efektif dalam generate conversion pada campaign kita. Yang kedua adalah fokus kepada platform yang relevan atau sesuai dengan produk atau jasa yang kita promosikan. Tentu saja kita perlu selalu aware dengan trend dan perubahan yang ada. Supaya kita bisa melakukan penyesuaian dalam proses pelaksanaan promosi tersebut melalui digital marketing,” papar perempuan pemilik senyum manis ini.
Bagi Sherly, bekerja di ranah Digital Marketing sangat cocok untuk orang-orang yang menyenangi tantangan dan suka mempelajari hal baru. Meskipun role ini sangat jauh dari latar belakang pendidikannya, tetapi Sherly merasa senang terlibat di dalamnya.
“Untungnya, saya dibimbing oleh manajer yang kompeten. Awal-awal dia memberi pelatihan dan saya coba mengulik. Memang untuk digital marketing itu intinya harus berani coba-coba, penyesuaian. Struggling-nya ya waktu awal-awal banget masuk ke digital marketing dan masih belajar sampai sekarang, masih menggali untuk lebih baik lagi. Di Telkom juga kan memang selalu support kita ya, kita diikutkan workshop khusus digital marketing juga. Jadi, kalau mau bekerja di bidang Digital Marketing, poinnya adalah kita harus mau explore hal baru supaya bisa nambah skill,” tutup Sherly.
Sherly paham pentingnya keberadaan Digital Marketing dalam keberlangsungan atau sustainability sebuah perusahaan seperti Telkom yang sekarang tengah mengembangkan banyak produk-produk digital. Bukan semata tentang berapa keuntungan yang bakal diperoleh Telkom, tetapi lebih kepada mimpi besar Telkom mendigitalisasi Indonesia. Membuat negara kita berdaulat lewat solusi-solusi digital yang Telkom bangun. Sekali lagi, bukan hanya tentang cuan tetapi bagaimana narasi membangun marwah sebuah bangsa! (hzr)
Artikel Terkait
Infrastruktur Andal Tentukan Pengembangan AI Next Generation
4 bulan yang lalu
Pemanfaatan IoT pada Industri Logistik: Solusi IoT Antares bantu Tanto Atasi Potensi Kehilangan Container
4 bulan yang lalu
Solusi Omnichannel OCA bantu BSI Maslahat Jangkau Puluhan Ribu Pelanggan dalam Sekali Klik
4 bulan yang lalu
Evolusi Rantai Pasok Digital Solusi Logistik Lebih Efisien
4 bulan yang lalu