LP
Leap by Telkom
•
03 Jun 2024 09.12 WIB
Salah satu tantangan terbesar dalam proses pengadaan barang dan jasa adalah pada tahap pelaporan atau reporting. Proses reporting pada procurement bisa jadi sangat merepotkan karena melibatkan banyak tahapan. Termasuk juga detil-detil evidence yang perlu dikelola dengan cermat.
Hal ini diakui oleh Arko Putra dan Chritabella Widyatami, staff Adhi Karya di Unit Strategi Korporasi Bisnis Procurement & Supply Chain Management.
“Dalam proses pengadaan, dulu kami merasa proses reporting terkadang terasa rancu. Hal ini disebabkan pencatatan transaksi, misal transaksi di Januari, sementara invoice-nya di November, jadi kita input-nya Nopember. Nah, ini kadang membuat rancu,” ungkap Arko.
Tantangan atau permasalahan lain dalam proses pengadaan yang jamak dirasakan oleh perusahaan adalah pada proses seleksi vendor. Chritabella menambahkan, “Dulu, ketika kami membutuhkan barang, kami mencari vendor secara konvensional. Mengandalkan vendor-vendor yang sudah pernah bekerjasama sebelumnya. Saat mencari vendor baru, kami menghadapi kendala karena memakan waktu yang cukup lama untuk proses verifikasi kelayakan vendor, biasanya paling cepat dua mingguan.”
Masalah Reporting pada Procurement
Permasalahan-permasalahan seperti ini acap kita dengar dalam proses pengadaan di suatu perusahaan sebagai suatu tahapan pengadaan barang dan jasa. Pada dasarnya, permasalahan reporting disebabkan oleh beberapa hal seperti ketidakakuratan data. Data yang tidak akurat bisa disebabkan oleh kesalahan manusia dalam memasukkan data, kurangnya sistem verifikasi, atau perangkat lunak yang tidak memadai. Ketidakakuratan ini dapat mengakibatkan laporan menyesatkan dan keputusan yang kurang tepat.
Faktor lainnya, kurangnya transparansi. Jika laporan disusun tidak dengan transparan, hal ini bisa menimbulkan kecurigaan dan ketidakpercayaan dari pihak yang berkepentingan. Transparansi adalah hal penting untuk memastikan bahwa semua pihak memahami proses dan hasil dari pengadaan. Selain itu, dokumentasi evidence (bukti) yang tidak rapi juga bisa menyebabkan kesulitan dalam pelacakan dan audit. Tentu saja ini bisa menghambat identifikasi masalah atau penyimpangan dalam pengadaan, sehingga dapat menyebabkan keterlambatan dalam penyelesaian masalah.
Memang, tantangan dalam proses reporting yang masih dilakukan secara manual ada pada banyak hal juga. Pertama, proses pengumpulan data dari sumber data yang beragam, termasuk vendor, departemen internal, sistem manajemen inventaris, dan sistem keuangan. Juga berhubungan dengan format data yang berbeda, yang seringkali memerlukan konversi dan konsolidasi. Meski, tergantung dengan jenis pengadaan barang dan jasa-nya itu sendiri.
Kesulitan kedua, data yang dikumpulkan haruslah diverifikasi untuk memastikan akurasinya. Kesalahan data dapat menyebabkan laporan tidak akurat. Selanjutnya, harus juga dipastikan bahwa semua transaksi mematuhi kebijakan dan prosedur perusahaan serta hukum yang berlaku. Dalam proses procurement, data pembelian harus dianalisis untuk mengidentifikasi tren, seperti volume pembelian, biaya, dan efisiensi vendor. Selain data numerik, informasi kualitatif mengenai kinerja vendor dan kepuasan pengguna juga penting.
Pada akhirnya, faktor-faktor yang mempengaruhi proses reporting tersebut dapat mempengaruhi standarisasi pelaporan suatu perusahaan. Tanpa standar pelaporan yang konsisten, perbandingan, dan analisis kinerja antar periode atau vendor menjadi sulit. Standar pelaporan yang seharusnya membantu membuat analisa, menjadi kurang efektif.
Seleksi Vendor pada Procurement
Proses seleksi vendor dalam procurement bisa menjadi sangat kompleks dan memakan waktu karena melibatkan berbagai tahapan dan pertimbangan yang detail. Langkah pertama dalam proses seleksi vendor adalah mengidentifikasi kebutuhan, menentukan spesifikasi teknis dan kebutuhan bisnis yang tepat. Lantas menetapkan jumlah yang diperlukan dan standar kualitas yang harus dipenuhi vendor. Langkah kedua adalah pencarian vendor. Proses ini memerlukan aktivitas mengidentifikasi dan mengumpulkan data dari berbagai sumber seperti direktori bisnis dan rekomendasi industri. Perlu juga dilakukan penelitian untuk menemukan vendor potensial yang memiliki reputasi baik dan kemampuan memenuhi kebutuhan spesifik perusahaan.
Langkah ketiga, mengevaluasi penawaran. Menyusun dan mendistribusikan Request for Proposal (RFP) ke vendor yang telah diidentifikasi, yang mencakup rincian kebutuhan dan kriteria evaluasi. Evaluasi penawaran yang masuk berdasarkan kriteria seperti harga, kualitas, pengalaman, kapasitas, dan kepatuhan terhadap spesifikasi teknis. Selanjutnya yang perlu dilakukan adalah menilai kemampuan teknis dan keahlian vendor dalam menyediakan produk dan jasa yang diperlukan. Juga membandingkan harga penawaran dan harga perkiraan sendiri, termasuk mempertimbangkan biaya total kepemilikan, biaya pengiriman, pemeliharaan, dan dukungan purna jual. Hal ini penting untuk memastikan produk atau jasa tersebut memenuhi standar kualitas dan regulasi atau peraturan pengadaan barang dan jasa yang relevan.
Langkah keempat, negosiasi harga dan penyusunan kontrak. Melakukan negosiasi untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak mengenai harga, syarat pembayaran, dan ketentuan pengiriman. Kemudian, menyusun kontrak yang mencakup semua aspek perjanjian, termasuk syarat dan ketentuan, jaminan, dan kewajiban kedua pihak.
Tak terkecuali PT Adhi Karya (Persero) Tbk, salah satu badan usaha milik negara yang bergerak di bidang konstruksi. Sesuai dengan operasional bisnisnya yang mencakup teknik konstruksi, manufaktur, investasi & konsesi, properti & pelayanan, dan lainnya, tentu proses pengadaan barang dan jasa merupakan bagian yang tak terhindarkan.
“Sesuai dengan yang berlangsung di procurement, kami punya kebutuhan yang berhubungan dengan infrastruktur, konstruksi, operasional, dan lain-lain. Untuk memenuhi kebutuhan operasional kami itulah, kami memanfaatkan proses belanja pengadaan di PaDi UMKM,” kata Arko.
Dalam PaDi UMKM, semua permasalahan dan tantangan pengadaan barang dan jasa yang telah dijabarkan di atas, bisa teratasi! Perusahaan mana saja bisa melaksanakan proses procurement dengan memanfaatkan platform PaDi UMKM. Seleksi vendor yang cukup panjang, bisa jadi lebih ringkas. Karena dalam marketplace PaDi UMKM, informasi vendor penyedia barang/jasa sudah terpampang.
“Kalau di PaDi, kita bisa langsung melihat apa yang ingin dicari, oh vendor A berapa harganya, lokasi di mana, kita bisa langsung tahu spesifikasinya seperti apa, waktu yang dibutuhkan berapa lama. Pokoknya, jadi lebih mudah! Kalau dulu seleksi vendor procurement itu paling cepat dua minggu, sekarang empat hari sudah kelar, dari proses sourcing sampai proses administrasi ke Purchase Order (PO),” terang Chritabella.
Sampai dengan Desember 2023, transaksi Adhi Karya di PaDi UMKM tercatat lebih dari 35 Milyar. Dengan pembelanjaan barang dan vendor yang bervariasi, dari yang sifatnya kebutuhan umum seperti ATK, catering, masker, dan lain-lain, juga yang sifatnya khusus/spesifik.
Sudahkah perusahaan Anda memanfaatkan platform digital PaDi UMKM dalam proses pengadaan barang dan jasa? (hzr)
Artikel Terkait
Empat Tahun Berlayar Bersama ‘Kapal’ PaDi UMKM, Bikin PT Sinar Bersih Sukses Jaya Capai Transaksi 1,2M dalam Sebulan
1 bulan yang lalu
Fitur RFQ di PaDi UMKM berubah menjadi Tender Kilat
1 bulan yang lalu
Pentingnya Marketplace B2B Tumbuhkan UMKM di Indonesia
3 bulan yang lalu
PaDi UMKM: Transparansi Pengadaan Jasa Raharja dengan Vendor yang Variatif
4 bulan yang lalu