Leap Logo

Peta Kekuatan Telkom Menghadapi Kebutuhan Digital Talent Menuju Indonesia Emas 2045

LP

Leap by Telkom

02 Aug 2022 17.24 WIB

portrait

“Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncang dunia” (Bung Karno).

Masihkah kalimat Bung Karno ini relevan di zaman sekarang? Di mana roda kehidupan bertransformasi secara cepat ke arah digital. Sepuluh atau seribu hanya semata metafora yang muaranya merujuk dengan jelas bagaimana manusia merupakan aktor penggerak perubahan. Anak muda seringkali diidentikkan sebagai pewaris sejarah masa lalu, pelaku sejarah masa kini dan penentu sejarah masa depan. Anak muda itu adalah KITA!

Sebagai negara yang sedang menjalankan digitalisasi di setiap lini, Indonesia membutuhkan orang-orang muda yang mampu menjawab tantangan itu. Sekira 9 juta talenta digital diperkirakan harus terpenuhi sampai tahun 2030 mendatang demi menuju Indonesia Emas di tahun 2045. Talenta digital merupakan elemen transformasi yang sangat penting sehingga menjadi salah satu fokus pemerintah saat ini. Bagaimana dengan Telkom?

Tantangan Digital Talent

Telkom menjalankan bisnis digitalisasi sebagai bagian dari negara sekaligus mengorkestrasi ekosistem digital Indonesia dengan visi misi yang jernih. Telkom pun menyatakan diri untuk hadir dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan daya saing nasional sehingga Indonesia kelak memiliki kemandirian, keamanan dan kedaulatan digital.

Saiful Hidajat, EVP Digital Business & Technology Telkom menjelaskan mengenai kebutuhan digital talent dan bagaimana Telkom menjawab tantangan ini.

Baca juga: Digital Business & Technology Telkom, dari Tahun ke Tahun

“Telkom sesuai misinya mengembangkan ekosistem digital juga mengembangkan Startup, dan Startup ini menjadi bagian dari ekosistem Telkom,” buka Saiful.

Secara spesifik jika berbicara mengenai digital talent, maka merujuk ke skill di bidang Programming, Data Science, Broad Hacking, Machine Learning, Artificial Intelligent, User Interface (UI), User Experience (UX), dan lain-lain. Namun, yang dibutuhkan oleh seorang talenta untuk menghadapi dunia digital utamanya adalah growth mindset. Hal ini karena bisnis atau layanan digital adalah sesuatu yang terus menerus tumbuh, selalu mengalami perbaikan demi perbaikan dan pembaharuan sehingga tidak cukup jika hanya berhenti ketika sudah berhasil membuat suatu produk atau layanan saja.

Sekali lagi, Telkom hadir sebagai sebuah solusi dan solusi itu bersifat dinamis.

Di Telkom sendiri, kebutuhan utama digital talent bisa dipetakan mulai dari Digital Platform, Data Center, Internet of Things (IoT) Big Data dan seterusnya termasuk Digital Services, Layanan, dan Aplikasi yang ditujukan kepada enterprise. Tentu saja bagi Telkom ini adalah sesuatu yang baru dan menjadi tantangan karena membutuhkan skill set yang berbeda dari sebelumnya di bisnis Connectivity saja, seperti yang dijelaskan di artikel sebelumnya.

Jika bicara mengenai infrastruktur, yang paling relevan barangkali skill set di bidang jaringan atau networking. Sementara jika berbicara mengenai Digital Platform, maka salah satunya adalah Big Data sehingga skill set yang dibutuhkan adalah Data Scientist, Machine Learning, Artificial Intelligent dan lain sebagainya. Begitu pun dengan skill set baru yang bisa jadi sebelumnya belum ada seperti UI UX dan Front-end Engineer.

Lantas bagaimana? Telkom sendiri memiliki skema dalam pemenuhan kebutuhan ini.

INDIGO

Indigo merupakan program kerjasama antara Telkom dan Startup lokal di luar Telkom yang membutuhkan dana, funding, dan inkubasi. Pembinaan Startup lewat Indigo sudah dimulai sejak tahun 2014, di mana Saiful termasuk yang menginisiasi program ini sewaktu masih menjabat sebagai Vice President.

“Mengembangkan ekosistem digital berarti juga mengembangkan Startup. Selain dibina, Startup juga diberikan modal inkubasi oleh Telkom selain juga bisa berkembang bersama di situ,” tambah Saiful.

Saiful memandang luas mengenai keberadaan Indigo ini. Bukan semata sebagai tempat bernaungnya para startup, namun lebih dari itu bisa menjadi tempat mempertemukan berbagai komunitas. Misal, jika di Indigo ada Startup yang memberi layanan digital untuk UMKM, Indigo bisa menjadi tempat bertemunya lintas komunitas, seperti fotografi, media dan lain-lain yang tujuannya adalah membuat UMKM going digital.

“Dan permasalahan utama UMKM going digital adalah kebanyakan mereka tidak bisa memoto dengan baik, karena ngomongin digital, you need an art to showing your product,” kata Saiful.

Lebih lanjut, Ia menjelaskan bahwa produk yang bagus saja tidak cukup jika tidak dipresentasikan dengan baik. Kemampuan mempresentasikan dengan baik ini ada di komunitas fotografi, “jadi kenapa tidak Indigo menyiapkan tempat agar komunitas fotografer ini bertemu dengan komunitas UMKM tadi untuk bisa bagus tampil di PaDi UMKM kita misalkan”.

Selain itu, terdapat juga program Amoeba yang sifatnya diperuntukkan bagi pegawai Telkom yang memiliki inisiatif ide yang kemudian dianalisis dan kemudian diberikan resource, modal, dan fasilitas untuk mengimplementasikan ide tersebut.

Ujung Tombak Telkom

Terlepas dari apa yang dipaparkan di atas, Saiful menekankan hal yang lebih penting yang dimiliki oleh Telkom.

Hal yang menjadi kekuatan sumber daya Telkom yang tidak dimiliki oleh pemain digital lain, “yaitu kekuatan teman-teman kita yang ada di regional dan wilayah. Merekalah yang ada di ujung, mereka yang memvalidasi to the market secara cepat, merekalah yang menjadi bridging karena digitalisasi di negara kita berbeda dengan di luar, kita tetap butuh pasukan di lapangan”.

Baca juga: Mengupas Arah Perjalanan Telkom dari Masa ke Masa

Pentingnya kekuatan sumber daya ini untuk mendapatkan validasi, feedback, serta menangkap masukan, menangkap tren yang terjadi dan mungkin juga melakukan kustomisasi karena dalam memperlakukan produk digital Telkom di tiap daerah pastilah berbeda-beda. Perlu penonjolan fitur yang berbeda dari satu daerah ke daerah lain.

“Indonesia’s largest assets is it’s organic digital army. We cannot loose by not facilitating and utilizing them,” tegas Saiful.

Sehingga keberadaan regional representative Telkom adalah penting. Kelak dengan kehadiran representative Telkom ini, diharapkan justru bisa mengkoneksikan antar Produk Digital yang dimiliki Telkom berdasarkan permasalahan atau kebutuhan masyarakat di lapangan. Misal, ketika offtaker menggunakan Agree untuk agribisnis mereka maka untuk ekspedisi dan logistik bisa menggunakan Logee dan lainnya yang semacam itu.

Tim digital talent Telkom turun langsung ke lapangan untuk meningkatkan kesejahteraan Petani di Indonesia melalui Agree

Paham betul bahwa ini adalah sebuah kekuatan yang nyata, maka Saiful membuka akses langsung kepada AM di tiap daerah untuk menyampaikan kendala lewat Instagram pribadinya, Linkedin, dan secara organisasi juga membentuk Regional Digital Representatif (RDR). Ia pun kerap melakukan roadshow demi memastikan RDR ada yang berperan nyata.

“Sebetulnya RDR bukan sesuatu yang baru, zaman dulu ketika divisi multimedia mengampanyekan Telkom juga sudah ada Regional Office di awal tahun 2000an yang membantu memberikan product knowledge untuk teman-teman TReg menjual produk-produk komunikasi data kita yang sekarang sudah convert sudah menjadi deputi infrastruktur. Sudah ada unit infrastruktur sendiri di regional sampai ke Witel-nya,” ujar Saiful.

Saiful pun menerangkan, meski tujuan utamanya adalah digitalisasi, prosesnya tidak bisa semata dikerjakan lewat digital channel saja. Terlebih jika bicara tentang ekosistem B2B. Tetap harus ada proses offline yang dilakukan Treg dan Witel untuk turun ke lapangan, meng-capture permasalahan dan menawarkan ragam solusi dengan yang dimiliki Telkom.

Terpenting adalah bagaimana mampu menerjemahkan game valuasi ke dalam revenue pada akhirnya. Game valuasi itu sendiri bisa digambarkan, sebagai contoh jika ada investor masuk maka sekian persen pendapatan akan masuk ke net income yang bisa dikomparasi dengan pemasukan yang ada sebelumnya, seperti Indihome misalkan.

“Berkaitan dengan growth mindset, seorang digital talent dan Telkomers perlu terus mengasah kemampuan diri. Jika bicara tentang ekonomi digital, kita akan bicara tentang layangan yang sangat customer centric dan mereka yang hadir di lapangan tahu kebutuhan masyarakat di setiap persoalan sehingga lahirlah sebuah empati” tutup Saiful.

Secanggih-canggihnya teknologi jika tak bersama dengan manusia-manusia berempati, tak akan bermuara kemana-mana. Sebab, teknologi tanpa hati nurani dan keberpihakan moral ibarat berkendara tanpa rambu jalan.

Kembali ke kalimat tenar Bung Karno di atas, tentulah orang tua dan muda yang Ia maksud adalah orang-orang yang mau dan bersedia. Orang-orang yang memiliki rasa tanggung jawab memberi kebermanfaatan dirinya untuk orang lain yang lebih luas.

Jika Leapers termasuk salah seorang yang ingin memberi perubahan di lingkungan lewat digital, Telkom adalah jalan yang tepat.

Siap bergabung bersama kami? Cari tahu role yang tersedia untukmu dan langsung apply dengan klik button di bawah ini!

Bagi Leapers yang masih penasaran dengan cerita lainnya, kunjungi medium kami dan follow untuk mengikuti keseruan lainnya ya!

Formulir Pertanyaan