LP
Leap by Telkom
•
12 Aug 2022 14.44 WIB
“Saya nyesel ngga minta lebih!,” kelakar Irfan Hilmy, salah seorang UX Writer di Chapter DEX ketika ditanya mengenai bagaimana proses Ia bergabung di Telkom.
Irfan menjelaskan jika dewasa ini kebutuhan akan digital talent, terutama di posisi UX Writer cukup banyak seiring bertumbuhannya Startup dan produk-produk digital. Irfan pun tidak menampik jika pernah mendapat penawaran yang lebih baik dari segi salary jika dibanding dengan Telkom. Namun, terang Ia menyebut jika stabilitas adalah pertimbangan utama memilih Telkom terlebih ketika ia sudah menjadi seorang kepala keluarga. Toh yang diberikan Telkom pun tidaklah boleh dikata kecil. Bahkan Ia mengaku ketika Ia mengajukan nominal gaji langsung disetujui tanpa penawaran, maka keluarlah kelakar di atas, Ia menyesal tak meminta lebih yang dimaksud lebih, meskipun hanya bercanda semata.
Irfan mengatakan jika Telkom memberikan benefit lain yang sudah Ia dan istri rasakan manfaatnya, seperti asuransi kesehatan dari Telkomedika, flexibility work di mana kita bekerja dari mana saja sehingga masih bisa merasakan work life balance, dan benefit lainnya. Kemudian, ragam produk digital yang dikerjakan Ilmy membuat ia memiliki portofolio yang ‘kaya’.
Baca juga: Kisah Digital Talent Telkom Indonesia, Berawal dari Satu Visi untuk Digitalisasi
“Saya pernah juga di-offer yang cukup menjanjikan tetapi pertimbangan saya, Telkom sebagai BUMN menjanjikan stabilitas. Kan sekarang terutama kita lagi ada winter period ya untuk tech-industry, ya mudah-mudahan segera spring lagi. At least, tidak harus pusing apakah harus di-layoff atau tidak,” terang Ia.
Role & Responsibility UX Writer
Sebelum bergabung di Telkom, Irfan memang telah memiliki pengalaman yang cukup panjang dalam hal copywriting di sebuah produk digital di bidang kesehatan. Maka tak heran jika salah satu produk yang juga ditangani Irfan di DEX adalah Peduli Lindungi, di samping 3 produk digital lainnya.
UX Writer sering disalahartikan dengan Copywriter. Bahkan beberapa perusahaan menyamakan posisi kedua pekerjaan ini. Pada dasarnya menurut Irfan, ada dua elemen dalam suatu aplikasi yaitu elemen desain baik dalam bentuk User Interface (UI) maupun elemen teks.
“Kita sebut picture element dan text element. Picture berupa icon, warna, shape dan lain-lain sedangkan text element adalah micro-copy yang dibaca. UI biasanya memegang visualnya sedangkan UX writer memegang teks-nya. Nah, keduanya saling melengkapi,” jelas Irfan.
Pada dasarnya, baik itu elemen gambar juga teks memiliki peran untuk menyampaikan informasi kepada pengguna. Misal, ketika suatu aplikasi ingin mengganti icon sebuah layanan, maka teks akan membantu pengguna untuk mengenali icon tersebut. Contoh teks dalam lingkup UX Writer dimulai dari penjelasan icon, instruksi, langkah-langkah, sampai call to action, juga pada tombol-tombol termasuk juga kalau ada form registrasi.
Irfan memberi contoh jika pengguna menghadapi kondisi error pada sebuah aplikasi, maka informasi tindak lanjut berikutnya hanya dapat diberikan melalui teks dan tidak mungkin dalam bentuk gambar, dan itu menjadi peran penting seorang UX Writer. Instruksi yang diberikan tidak boleh terkesan ambigu. Kalau gambar barangkali bisa mengecoh, tetapi teks tidak boleh demikian. Teks bersifat memperjelas gambar atau icon dalam sebuah aplikasi.
Maka, dalam aturan kepenulisan UX Writer memiliki kaidah 3C yaitu Clear, Concise, dan Consistent, “jadi harus singkat, padat, jelas dengan kaidah berbahasa yang disesuaikan dengan pengguna dan karakteristik aplikasi itu sendiri”.
Beberapa use case Irfan tangani seperti manakala squad merekrut Copywriter dari vendor atau mereka membuat aplikasi dari vendor dan belum ada producting-nya, baru ada stakeholder-stakeholdernya saja. Dalam kebutuhan ini mereka meminta review apakah teks sudah berkesesuaian atau belum. Maka, journey-nya adalah mereka me-request dengan mengisi form barulah kemudian tim UX Writer Hub akan meng-assign sesuai yang dipegang masing-masing UX Writer.
Tantangan UX Writer
Irfan menyebut jika seorang UX Writer adalah seorang designer aplikasi tetapi yang ia bangun tidak menggunakan shape, color atau pattern, melainkan menggunakan text dan ini merupakan tantangan utama.
“Untuk daily task kebanyakan kita kerja sendiri, rasanya semua Desainer lebih nyaman kerja sendiri, tidak terganggu meeting ya. Dan kita kerja by request, kalau ada squad-squad itu mau ada copy, baik yang pengerjaannya dari awal aplikasi terbentuk ataupun yang bersifat maintenance atau pembaharuan. Kadang ada juga di beberapa squad di mana mereka merekrut Copywriter sendiri, entah itu Copywriter atau UX Writer,” terang Irfan.
Baca juga: Bertumbuh di Telkom Wujudkan Idealitas menjadi Realitas
Sementara, di Telkom sendiri yang memiliki banyak produk digital dengan beragam solusi yang ditawarkan dan ragam targer user, membuat masing-masing produk memiliki keunikan sendiri-sendiri. Dengan keunikan ini, maka tim-nya pun memiliki karakteristik yang berbeda-beda pula, “ada yang tim-nya dinamis seperti PaDi UMKM misalnya yang user-nya adalah UMKM meskipun pembelinya adalah government, tetapi ada pula yang terstruktur banget atau institutional banget seperti Peduli Lindungi”.
Sehingga menurut Irfan, tantangan yang juga menjadi perhatikan Ia adalah uniqueness user yang ingin ditargetkan. Termasuk juga culture yang masih Semi-Startup di Telkom yang masih belum bisa dihindari. Tetapi, Irfan mengaku justru di sinilah ia belajar lebih.
Expertise UX Writer
Sebagai seorang UX Writer tentulah skill utama harus menguasai UX Writing, “bukan cuma menulis dong tetapi nulis dengan space terbatas yang aku define, gitu. Istilahnya micro-copy. Kemudian harus paham EYD, tone of voice, lebih ke gaya ngomong si apps ini. Jadi, apps ini punya personality yang kita define, apakah resmi, terkesan santai atau seperti apa”.
Ketiga skill di atas adalah formula wajib, sedangkan skill tambahan seorang UX Writer adalah kemampuan melakukan riset memahami behaviour user, perilaku user, tanggapan user terhadap copy yang sudah dibuat. Ketika seorang UX Writer menguasai user research, maka Ia bisa meng-conduct atau bisa meng-capture suatu research tanpa harus bergabung dengan User Researcher. Sehingga jika seorang UX Writer bisa meng-conduct secara independen, maka itu akan menjadi nilai plus!
Skill tambahan lain adalah UX Design, yaitu memahami prinsip-prinsip utama dalam UX Design seperti gestalt principle, bagaimana cara scanning dan bagaimana cara user memahami cara membaca informasi.Skill yang tidak kalah penting adalah kemampuan melakukan presentasi.
“Bagaimana caranya kita ngobrol sama stakeholder, UI Designer, Product Owner, Developer dan kadang-kadang juga kita perlu ngobrol dengan C level. Saya dulu pernah ngobrol sama top stakeholder terkait copywriting untuk beberapa copywriting yang penting. Jadi, cara kita berkomunikasi juga menjadi penting. Sama satu lagi, team work!”
Meski cenderung suka bekerja sendiri, namun mampu bekerjasama dalam tim adalah sebuah keharusan. Termasuk melakukan koordinasi dan komunikasi dengan UI Designer atau bahkan jika diperlukan juga dengan Product Manager atau Developer, termasuk dengan Back-end atau Front-end. Sehingga skill teamwork pun haruslah bagus dan kesemua itu bisa dipelajari dan dilatih selama ada kemauan.
Nah, apakah Leapers tertarik atau merasa cocok sebagai seorang UX Writer? Jika tertantang untuk bergabung dan berkolaborasi bersama digital talent lain di Telkom, segera cek lowongan apa saja yang tersedia dengan klik button dibawah ini!
Bagi Leapers yang masih penasaran dengan cerita lainnya, kunjungi medium kami dan follow untuk mengikuti keseruan lainnya.
Baca juga: Face Mood Detection pada Diarium Versi 5, Aplikasi Khusus Karyawan Telkom
Artikel Terkait
PaDi UMKM berikan solusi UMKM lewat Business Matching
1 minggu yang lalu
Leap - Digital Telco Hadirkan Ragam Solusi Digital
10 bulan yang lalu
Menghadapi Tantangan dalam Menyusun Strategi Digital Marketing
1 tahun yang lalu
Perempuan dalam Kesetaraan dan Industri Digital
1 tahun yang lalu