LP
Leap by Telkom
•
31 Aug 2022 17.43 WIB
Meski mendapatkan role yang sama di tempat kerja sebelumnya, ternyata tidak semudah dibayangkan ketika ditempatkan di lingkungan baru. Apalagi keterbatasan pengetahuan terhadap produk yang masih minim, laju perusahaan yang begitu cepat dengan ritme pekerjaan merayap yang membuat rekan kerja kehabisan waktu untuk membimbing. Sehingga, kebingungan demi kebingungan pun seakan menyerang secara bertubi-tubi.
Persis seperti kisah Annisa Aurelia, salah seorang Data Scientist yang bergabung di Data Science & Artificial Intelligence Chapter (DSC) sejak 2021 kemarin. Lima tahun berpengalaman kerja seperti di perusahaan consulting, travel agent, dan e-commerce nyatanya tidak cukup lempang membuat Ia masuk di lingkungan baru.
“Jujur, sebenarnya ketika saya baru direkrut, belum tahu akan masuk ke tim apa dan baru tahu jika Telkom ternyata sedang mengembangkan digital produk di berbagai industri. Terus terang awalnya agak kaget. Selama ini saya berpikir Telkom itu ya hanya mengurusi telekomunikasi saja seperti Indihome, tetapi ternyata di dalamnya sedang mengembangkan banyak produk digital. Ini yang membuat saya surprise! Ternyata Telkom mempersiapkan banyak sekali solusi untuk beragam permasalahan yang dihadapi masyarakat,” ungkap Annisa.
Inisiatif Diri
Ketika Annisa baru ditempatkan di Tribe Education memegang Pijar Series, rupanya ia sempat mengalami kebingungan-kebingungan seperti di atas. Saat itu belum ada data tim untuk mengerjakan analisis day-to-day dan Ia masih menjadi single fighter. Namun, diam terpaku tentu bukan karakter digital talent Telkom. Annisa segera bersikap dan cepat berusaha menyesuaikan diri, termasuk membangun hubungan dengan stakeholders. Annisa yang belum familiar dengan industri education karena sebelumnya lebih berpengalaman di e-commerce, mulai memotivasi diri dan menganggap harus belajar dari nol.
“Kondisi tersebut justru membuat lahirnya inisiatif-inisiatif dari diri saya untuk bertanya apa sebetulnya objektif yang dibutuhkan, seperti apa bisnisnya, bagaimana Objective Key Result (OKR), apa yang hendak dicapai, dan lain-lain, sembari saya juga belajar bagaimana culture di Telkom. Nah, dari situ mulailah terbuka antara saya, teman-teman di tribe dan stakeholder. Dan saya ingat betul kebutuhan mereka saat itu adalah membuat dashboard. Saya tanyakan kembali dashboard seperti apa yang dibutuhkan? Lalu saya coba bikin, saya minta data-data untuk dimasukkan sampailah tahap mereka memberikan feedback,” Annisa menarik nafas sebentar.
Lalu melanjutkan, “Nah, dulu tuh awal-awal saya sempat merasa seolah dicuekin dan merasa bekerja sendiri. Sampai suatu saat saya menyadari kayaknya ini ada yang salah deh. Akhirnya saya inisiatif untuk mengontak salah satu Product Manager dan menanyakan apakah bisa mengikuti weekly meeting mereka agar saya bisa ter-update. Saat itu saya mengerjakan Pijar Mahir dan Pijar Sekolah. Di sinilah ternyata kuncinya! Ketika saya membuka diri, justru kesempatan berkomunikasi dengan tim, tribe leader, bahkan head of education jadi terbuka. Suasana pun cair ketika bertatap muka langsung dan saya menjadi terang terhadap objektifnya”.
Komunikasi melahirkan kemudahan dan memberi insight bagi Annisa dalam menjalankan role-nya sebagai seorang Data Scientist.
Apakah Leapers juga ingin bekerja sebagai Data Scientist seperti Annisa? Cari tahu role yang sesuai dengan Leapers dan langsung apply pada button di bawah ini!
Data Scientist
Scope role yang ada di chapter DSC meliputi Data Engineering, Data Analyst, Data Scientist, dan Artificial Intelligence (AI). Annisa sebagai seorang Data Scientist, secara general berfungsi melakukan pengolahan data untuk memberikan insight, baik berupa model ataupun analisanya. Analisa yang digunakan dapat berupa descriptive analysis, diagnostic, predictive, ataupun prescriptive. Semua hal ini harus memberi manfaat untuk kepentingan bisnis, sehingga penting untuk menghubungkan antara kepentingan bisnis dan kebutuhan usecase.
Berbicara terkait pengolahan data end-to-end, prosesnya dimulai dengan pengumpulan data yang biasanya dibantu oleh Data Engineer untuk mengalirkan data dari berbagai source ke database. Kemudian, diikuti dengan diskusi bersama stakeholder mengenai objective bisnisnya seperti apa, apa yang perlu di-solve, business question apa yang ingin dijawab, baru kemudian di-breakdown sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan itu.
Tahap selanjutnya yaitu data preparation, eksplorasi untuk data analisisnya sehingga kita bisa menghubungkan dengan metodologi apa yang cocok. Apakah memerlukan machine learning model ataukah cukup dengan descriptive analysis saja? Baru kemudian terlihat apakah kebutuhan bisnisnya memerlukan insight, jika iya maka akan ditampilkan dalam bentuk dashboard atau jika output yang dibutuhkan adalah model berarti harus dialirkan hasil dari model tersebut ke production. Terkait output ini memang biasanya berbeda-beda untuk setiap kasus, misal berupa sentimen analysis dan recomendation engine.
“Kalau sentimen analysis itu kita lakukan dulu untuk one time analysis untuk melihat bagaimana sentimen di beberapa website, media sosial, berita, atau review dari orang. Apa yang diperbincangkan agar tahu apa yang bisa kita improve. Karena data ini bukan data internal, maka biasanya kita perlu untuk mengumpulkan data-data eksternal dengan memanfaatkan suatu platform atau melakukan data crawling. Yang kita lakukan itu tidak sekedar menganalisis Pijar Mahir saja, tetapi juga membandingkan review-review kompetitor atau produk sejenis. Lantas kita klasifikasi apakah sentimen ke arah positif, negatif, ataukah netral berikut aspek-aspeknya seperti harga, misalnya . Baru kemudian melakukan pelabelan atas data-data tersebut. Nah, ketika data sudah demikian banyak mencapai ribuan, di sinilah kita membutuhkan machine learning, kita gunakan text classification,” terang Annisa.
Membuat model merupakan tantangan tersendiri. Akurasinya harus bagus dan action-nya juga harus tepat. Sehingga actionable insight yang disodorkan pun bisa sesuai sasaran dengan output berupa insight presentasi dashboard.
Sementara untuk kebutuhan recommendation engine, Annisa mengatakan jika objektifnya akan berbeda lagi. Prosesnya adalah dengan me-review halaman homepage Pijar Mahir seperti apa, review ini untuk mengetahui improve apa yang bisa diberikan dengan tujuan meningkatkan page engagement. Dalam memberikan rekomendasi engine terdapat dua sisi implementasi, dari tim data membuat model dan produce result, dan dari tim produk mengimplementasi, deploy to production. Ketika sudah dicapai kesepakatan, barulah Annisa dan tim mengerjakan prosesnya.
“Karena use case-nya juga saya belum pernah sama sekali nyentuh si recommendation engine itu jadi pertama pasti kita ngelakuin research ya. Kita research, kita baca paper dan mulai dari yang paling sederhana dulu. Bahkan tim saya itu ada yang request ke data scientist chapter dan tim manajemen buat bantuin course online terkait recommendation engine supaya ‘nangkep’ nih dasarnya tuh apa. Jadi kita belajar dari awal banget terus kita implementasi model yang paling sederhana, terus kita lakukan evaluasi, udah bagus belum si metrics-metrics yang harus kita lihat. Ketika kita membuat model juga melihat apa kekurangan dari model pertama yang kita bikin. Oh ternyata misalkan modelnya yang kita buat tuh terlalu lama, mungkin ga efisien algoritmanya atau gimana, terus kita research lagi proses yang lain sampai ketemu titik optimalnya. Begitu terus sampai menemukan yang bagus. Nah setelah itu baru kita alirkan datanya ke tim produk, lalu kita komunikasikan ke tim produk juga agar mereka bisa implementasi hal tersebut ke Pijar Mahir, gitu kurang lebih seperti itu,” jelas Annisa.
Setajam Belati
Pekerjaan Data Science dapat dikatakan spesifik dan berbeda terkait fungsi dalam menganalisa. Misal, seorang marketing tentulah ia pun melakukan analisa data sebagai bagian pekerjaannya. Namun berbeda dengan seorang Data Scientist yang memang mempelajari metodologi secara lebih kompleks. Seperti mempelajari machine learning atau bagaimana cara membuat model. Ketika secara general mempelajari tentang prediksi target penjualan, misalnya, seorang Data Scientist tidak bergantung pada industri tersebut.
Terdapat 3 area study yang diterapkan oleh seorang Data Scientist yang biasanya menjadi basic Data Analyst. Pertama, mathematical atau statistik dimana kemampuan ini menjadi mutlak diperlukan lebih spesifik terkait deskriptif statistik, inferensial, atau hypothesis testing. Kemudian lebih dalam lagi belajar mengenai algoritma machine learning. Kedua, Technical atau IT dan kemampuan coding-nya, standarnya minimal menguasai SQL dan Python tetapi semakin banyak menguasai yang lain tentulah semakin baik. Secara spesifik belajar mengenai implementasi machine learning. Ketiga yaitu domain knowledge yang tidak bisa diperoleh di dunia perkuliahan atau yang belum pernah terjun ke dunia data, “tapi ya at least banget itu mengenai kemampuan komunikasi, presentasi, visualisasi. Paling tidak harus punya basic itu sebelum terjun ke dunia data”.
Terkait kecakapan komunikasi, Annisa merasa hal ini mutlak diperlukan. Ia menyebut jika itu adalah salah satu responsibility untuk memberikan insight kepada stakeholder agar mereka paham dan mengerti terhadap insight itu sendiri.
“Karena jika gagal dalam mengirim pesan, impact-nya analisis kita sia-sia dan pekerjaan kita jadi tidak dihargai. Regardless, seberapa kompleks metodologi yang kita bikin, seberapa bagus modelling kita buat ya ga bakal dihargai kalau misalkan mereka tidak bisa nangkep apa maksudnya. Jadi, penting banget komunikasi,” ujar Annisa.
Analisa seorang Data Scientist haruslah tajam dan menyasar. Sederhananya adalah harus tepat dan sesuai dengan kebutuhan stakeholder. Hal ini dikarenakan seorang Data Scientist menekankan pada pemberian solusi berdasarkan request dan inisiasi yang ingin dibuat.
Annisa merasa beruntung berkesempatan bekerja di lingkungan Telkom yang memberinya kesempatan belajar lebih dan lebih lagi, mempertajam insting dan memperluas jaringan. Ia pun acap mendapat training yang bervariasi baik dari segi technical maupun sisi bisnis, bahkan ia bisa me-request untuk mengikuti training tertentu jika DSC mendapat usecase yang baru.
Tak kenal maka tak sayang. Meski di awal Ia harus berupaya dalam beradaptasi, tetapi pada akhirnya Annisa bisa mem-blend diri. Bahkan ia merasa bahwa orang-orang yang ada di lingkungan Telkom sangat membantu sekali dalam kolaborasi, baik dengan tim marketing, tim produk, maupun tim bisnis.
“Mereka tuh punya mindset yang sama untuk sama-sama membangun digital product yang lagi kita kembangkan, jadi berasa banget di sini kalau punya stakeholders tuh yang memang semangat grow nya juga tinggi. Jadi enak buat ‘eh kita bikin fitur ini yuk’, buat kolaborasi gitu. Kemudian, teman-teman baik dari tribe maupun dari chapter dari data scientist chapter itu juga keren-keren karena di DSC sendiri itu ada banyak orang dengan kemampuan yang berbeda-beda. Nah, dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing kita saling belajar. Pokoknya, networking-nya dapet banget sih di sini!,” tutup Annisa.
Bagi Leapers yang masih penasaran dengan cerita lainnya, kunjungi medium kami dan follow untuk mengikuti keseruan lainnya.
Artikel Terkait
Tambah Value Diri dengan Pelatihan Prakerja dari Pijar Mahir
4 bulan yang lalu
Leap - Digital Telco Hadirkan Ragam Solusi Digital
10 bulan yang lalu
Menghadapi Tantangan dalam Menyusun Strategi Digital Marketing
1 tahun yang lalu
Perempuan dalam Kesetaraan dan Industri Digital
1 tahun yang lalu