LP
Leap by Telkom
•
05 Dec 2023 16.36 WIB
Serangan siber telah menjadi ancaman yang serius. Awan Pintar, sebuah perusahaan keamanan perangkat lunak asal Indonesia telah merilis data sebanyak 347,17 juta serangan digital terjadi di Indonesia sejak Januari hingga Juni 2023. Serangan siber tidak hanya menyerang perusahaan-perusahaan atau para penggerak ekonomi saja, tetapi juga menyasar ke sektor pendidikan. Seperti yang pernah dialami oleh Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU).
“Kami menghadapi serangan siber yang mengganggu dan selalu mengikuti. Mengganggu proses di sistem kita, karena mengakibatkan data-data jurnal hilang,” buka Erwin Asmadi, S.H., M.H, Kepala Biro Umum UMSU.
Kekhawatiran Erwin rasanya wajar, mengingat beberapa laporan menunjukkan kasus kejahatan siber naik secara signifikan sejak pandemi. Securityweek pernah merilis bahwa lebih dari 1.000 serangan ransomware terjadi di universitas-universitas di Amerika pada 2021. Universitas Austin Peay bahkan terpaksa menutup sementara sistem informasi komputernya. Joint Information Systems Committee (JISC), sebuah lembaga swadaya penyedia layanan jaringan dan IT juga menyebut bahwa serangan siber menghantam universitas di Inggris. Menyebabkan kerugian institusi yang cukup besar, setidaknya 2 juta Poundsterling. Tentu, Erwin tidak ingin kejadian serupa dialami institusi tempatnya bernaung.
Serangan siber dapat mengancam keamanan dan kerahasiaan data, serta sistem penyimpanan berbagai informasi pribadi mahasiswa dan staff. Termasuk data akademis, identitas, dan informasi keuangan. Begitu pula dengan pengelolaan kegiatan akademis dan administrasi. Juga arsip hasil riset, proyek mahasiswa dan kekayaan intelektual lainnya. Pendek kata, serangan siber mengancam integritas universitas!
Seperti yang diungkap Erwin, serangan siber yang pernah dialami UMSU mengakibatkan sejumlah data-data hilang. Salah satu data yang ikut hilang adalah data kemahasiswaan. Hal ini menyebabkan sulitnya menjalankan komunikasi langsung kepada mahasiswa terkait info-info terbaru. UMSU mencoba berbagai cara untuk mengumpulkan kembali data-data kemahasiswaan ini, terutama data kontak mahasiswa, namun sifatnya masih konvensional.
“Proses korespondensi kami ke mahasiswa memang masih manual, kami gunakan skema daring dan luring. Ini berkaitan dengan validitas data. Jadi, ada yang memang menggunakan channel digital juga ada yang langsung hardcopy, tergantung kebutuhan,” tambah Erwin.
UMSU sebetulnya sudah menggunakan sosial media untuk memberikan informasi kepada mahasiswa. Namun, komunikasi tersebut masih terserak dan tidak terintegrasi. Ketika mahasiswa ingin mengetahui hal-hal berkaitan dengan beasiswa, misalnya, maka ia akan berkonsultasi dengan salah satu staf. Atau ketika ingin mendapat informasi terkait pendaftaran ulang, kontak yang harus dihubungi berbeda lagi. Dengan tidak adanya contact center, menyebabkan data mahasiswa tercecer dan terserak.
“Alhamdulillah, ada produk OCA, Omni Communication Assistant dari Telkom yang sangat membantu kami meningkatkan komunikasi secara massal. Begitu diklik dalam satu waktu, semua yang tergabung dalam grup WA, misalnya, itu bisa langsung terkomunikasikan ke ribuan mahasiswa yang ada di UMSU,” terang dia lagi.
Informasi-informasi yang biasanya disebarkan secara massal berkaitan dengan kegiatan-kegiatan kemahasiswaan. Sebagai contoh, dalam waktu dekat UMSU akan melaksanakan Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB). Sebanyak 5000 mahasiswa akan digabungkan ke dalam satu grup, di mana komunikasi searah bisa diberikan. Informasi tersebut bisa langsung sampai ke masing-masing mahasiswa.
“OCA ini merupakan strategi kita dalam sisi komunikasi dan promosi sebagai penguatan institusi pendidikan UMSU,” tandas Erwin.
Manfaat OCA dirasakan betul oleh Peny Eriska, S.I.Kom, staff Humas UMSU yang juga bertugas sebagai admin sosial media UMSU.
“Untuk penyebaran informasi yang ada di UMSU, saya yang bertanggungjawab di media sosial Instagram, Facebook, Tiktok, dan juga Twitter sebagai adminnya. Sebelum ada OCA, dulu saya harus mengerjakan satu per satu di setiap platform sosmed. Kalau ada komunikasi dengan mahasiswa biasanya dari pesan atau DM, nah, itu balesinnya juga satu-satu. Sejak pakai OCA, semua jadi beres! Ibaratnya, menyebarkan informasi secara pribadi tapi bisa sekaligus gitu, bisa sekali klik dengan WhatsApp Blast,” jelas Peny.
Penny juga dengan antusias menceritakan pengalamannya menggunakan OCA yang dirasa mudah, ringkas, dan sangat membantu pekerjaannya. Dulu, butuh waktu 2-3 jam untuk set up upload konten di beberapa social media. Dengan OCA, set up konten di berbagai sosmed bisa jauh lebih cepat karena sudah ada template yang membuat konten dengan pengaturan otomatis.
“Yang penting juga, tim OCA itu responsif. Kalau kami merasa kebingungan dan ada kendala, mereka cepat memberikan respon dan membantu. Pokoknya, selama ada OCA, beres!,” tutup Peny.
Artikel Terkait
Solusi Omnichannel OCA bantu BSI Maslahat Jangkau Puluhan Ribu Pelanggan dalam Sekali Klik
4 bulan yang lalu
Menghadapi Tantangan dalam Menyusun Strategi Digital Marketing
1 tahun yang lalu
Keterampilan Storytelling sebagai Bagian Penting dalam Membangun Bisnis Digital
1 tahun yang lalu
Tantangan Social Media Specialist dalam Membangun Penjenamaan Produk Digital Telkom
1 tahun yang lalu