Leap Logo

Strategi Leap Telkom Mengorkestrasi Bisnis Digital agar Tak Tumpang Tindih dan Saling Tikam

LP

Leap by Telkom

17 Oct 2022 10.45 WIB

portrait

Prinsip dari digitalisasi yaitu memberikan kemudahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Telkom adalah punggawa digitalisasi nasional di Indonesia. Begitu kata Riza A. N. Rukmana, VP Digital Business Strategy & Governance Leap Telkom Indonesia.

Connectivity Business Telkom dan Kebutuhan Digital Masyarakat Indonesia

Kebutuhan Digital, connectivity menjadi pondasi

Connectivity business menjadi kunci Telkom untuk tumbuh dan berkembang. Konektivitas menjadi sebuah keniscayaan, bahkan menjadi hal fundamental dalam proses digitalisasi bangsa. Tidak mungkin masyarakat dapat menikmati digitalisasi tanpa adanya basic connectivity, maka penyediaan infrastruktur adalah upaya utama untuk menghilangkan digital divide antara daerah-daerah yang terpencil dengan daerah yang sudah mapan seperti Jakarta.

Selain itu, hadirnya infrastruktur oleh Telkom juga menjadi upaya dalam mempersatukan bangsa dan mendobrak disparitas digital serta gap di masyarakat, dimana geografis negara kita tersebar dan terpisah pulau dan perairan.

Bisnis Connectivity under pressure

Akan tetapi, seiring perkembangan, Digital Connectivity semakin mendapat banyak pressure, sehingga Telkom perlu mencari revenue stream yang baru. Selain bermanfaat untuk bangsa dan negara melalui digitalisasi, juga penting untuk membuat Telkom bisa kembali tumbuh melesat lagi, “bisa sustain dengan apa yang sudah kita rintis selama ini, karena business connectivity itu perlu ada kelanjutannya, sustainability-nya. Hal ini lah yang membedakan antara bisnis Telkom dengan startup, dimana Telkom sangat menjaga sustainabilitas, Telkom mencari bisnis yang fundamental”. Bisnis digital dilihat sebagai peluang yang nyata dan potensial.

Inovasi Digital Telkom dan Segala Tantangannya

Telkom melakukan digitalisasi internal maupun eksternal

Dengan selalu mengedepankan inovasi, Telkom membagi dua skema digitalisasi. Pertama, digitisasi proses internal dimana Telkom mendigitalkan dirinya sendiri untuk memberikan pelayanan yang lebih efisien, lebih cepat, lebih berkualitas dengan digitisasi proses menjadi lebih modern. Sebagai contoh, IndiHome sebagai produk connectivity tetap dijalankan namun terlebih dahulu batang tubuhnya didigitalisasi.

Kedua, adalah bagaimana Telkom mendigitalisasi keluar, artinya membantu mendigitalkan masyarakat, termasuk mencari pain points untuk dirumuskan solusinya di berbagai vertikal. Telkom yang terlibat dalam penyusunan masterplan digital Indonesia, merasa bertanggung jawab dalam mendukung niat pemerintah, kementerian dan lembaga negara untuk melakukan percepatan proses digitalisasi.

“Nah, kita akan sangat terbantu kalau memiliki super platform, satu platform yang berada di tengah-tengah yang bisa memfasilitasi semua Kementerian dan Lembaga Negara dalam melakukan operation di masing-masing. Misal, kalau kita punya satu database kependudukan, pemanfaatannya bisa dikelola bersama sehingga setiap Kementerian tidak perlu membuat sendiri-sendiri, Satu Data Indonesia tersebut bisa diakses bersama. Membuat satu platform besar data adalah sebuah potensi, menggabungkan semua data yang saat ini masih scattered. Karena kita tahu bahwa data saat ini ibarat the new oil,” kata Riza.

Apabila hal tersebut sudah diamanahkan kepada Telkom, maka pengelolaan database serta kepemilikan data haruslah diproses secara legal berdasar aspek hukum. Untuk jaminan keamanan data pun Telkom sangat serius mengantisipasi termasuk keamanan network. Aspek keamanan telah menjadi persyaratan sebelum produk di-launch, diakselerasi dan dimasukkan ke fase GTM, produk diuji dari segala aspek yang salah satunya adalah aspek security. Telkom juga memiliki security di sisi assurance lewat Digital Operation & Assurance (DOA) yang menjadi salah satu penjaga dalam hal kelangsungan operasi produk digital.

Telkom telah memberikan berbagai dukungan terhadap penyelenggaraan inisiatif-inisiatif digital pemerintah sebagai solusi manakala negeri ini ditantang berbagai hal. Salah satunya tercermin dalam Merdeka Belajar dimana Telkom mengkontribusikan talent-talent terbaiknya untuk mengerjakan project-project di bidang pendidikan oleh Kementerian Pendidikan, atau juga pada PeduliLindungi dan Satu Data Vaksin saat badai Covid 19 menghantam.

Jika meninjau permasalahan yang muncul di masyarakat Indonesia yang begitu majemuk, Telkom memandang membuat solusi digital terhadap permasalahan tersebut sebagai sebuah opportunity. Pada ekosistem pertanian misalkan, membantu mengupayakan agar petani mampu memperoleh permodalan, menanam, memanen, dan memasarkan komoditas yang ditanamnya menjadi lebih mudah dan gampang menjadi sebuah peluang bisnis digital. Begitu pula jika melihat ekosistem logistik dengan rangkaian tantangan rantai pasok yang hanya bisa dipangkas melalui digital, maka itu pun adalah sebuah peluang bisnis sendiri.

Baca juga: Leap Telkom Selalu Pastikan Performansi Produk Digital Menjadi Layak dan Solutif serta Mampu Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat

“Mendigitalkan, artinya kita memberikan solusi dan kemudahan bagi masyarakat dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Ranahnya sangatlah luas, maka Telkom harus bijak memilih peluang yang berpotensi sustain. Telkom bisa sustain sampai saat ini karena berhasil menyediakan konektivitas bagi seluruh masyarakat Indonesia, dan dunia bahkan. Telkom memiliki jaringan ke luar negeri. Mengambil opportunity digital bisnis artinya harus jeli memilih prioritas. Yaitu dengan melihat capability atau unfair advantage yang dimiliki Telkom,” tegas Riza.

Sehingga penting menggunakan kapabilitas yang dimiliki agar mampu meleverage posisi produk-produk digital yang akan dipasarkan nantinya. Kekuatan utama Telkom terletak pada konektivitas yang serta merta diikuti oleh jumlah pelanggan yang banyak, dan berbagai digital platform yang dimiliki. Kekuatan kedua adalah seberapa besar market yang bisa diraih dari kekuatan pertama.

Hasilnya banyak sekali produk-produk digital, namun skalanya masih kecil dan scope-nya masih tumpang tindih

Bermodal segala sumber daya yang dimiliki, Telkom banyak sekali menghasilkan produk-produk digital. Namun skalanya masih kecil dan scope-nya masih tumpang tindih.

Bahkan, Telkom memiliki dominasi market share terbesar dan mampu menangkap peluang digitalisasi di berbagai aspek. Celakanya, dengan cakupan tersebut justru seringkali Telkom melakukan inovasi yang redundant. Lantas keduanya ini bertemu dan bersaing, dalam tanda kutip ‘saling tikam’ di market yang sebetulnya menyelesaikan permasalahan yang sama pula. Berkaca pada hal inilah, maka orkestrasi perlu dilakukan untuk mengatur supaya tidak terjadi produk yang sama di-develop oleh beberapa unit yang berbeda.

“Sudah barang tentu jika tidak diatur hal ini bisa melemahkan kita di market yang membuat kita saling bersaing dan di sisi lain juga terjadi duplikasi untuk menjalankan produk yang tentu saja mempengaruhi biaya. Masalah biaya akan merugikan kita sehingga perlu dilakukan konsolidasi,” tambah Riza.

Oleh karena itu, diperlukan adanya pengaturan arena bermain yang akan dimasuki, dan produk mana yang akan kita majukan di masing-masing ekosistem dan value chain

Upaya Telkom dalam Unlocking Value dari Produk Digital

Setelah mengembangkan berbagai inovasi digital, rupanya Telkom tidak bisa berlaku seperti digital player lain yang memungkinkan untuk mengundang investor masuk. Mengundang investor di sini bukan semata diartikan mencari funding saja, tetapi juga memvalidasi ide, jika ide tersebut memiliki value maka akan dibuktikan lewat permodalan yang diinvestasikan.

“Ketika suatu startup belum memiliki investor, maka bisa dikatakan nilai startup itu tergolong kecil. Kenapa? Karena belum tervalidasi, belum terbukti bahwa dia memiliki prospek. Once ada orang yang bisa memberi modal, atau berinvestasi di itu, itulah bukti bahwa startup itu memang memiliki memiliki potensi maka nilainya pun akan langsung naik. Tetapi Telkom tidak bisa seperti itu. Kondisinya saat ini justru banyak yang ingin berinvestasi kepada produk digital Telkom seperti Logee, atau PaDi UMKM, tetapi terjadi kebingungan dalam hal pembayaran. Investasi ini harus dilakukan kemana? Bagaimana caranya? Dan itu tidak bisa, karena bentuknya masih bersifat internally generated innovation. Cara agar kondisi ini bisa teratasi, diperlukan satu anak perusahaan agar bisa ikut memvalidasi ide-ide tadi, termasuk ikut berinvestasi. Jadi Telkom memisahkan dengan membentuk DigiCo,” jelas dosen yang mengajar juga di Tel-U ini.

Terkait investasi dan permodalan yang sedang dirumuskan Telkom lewat DigiCo, Riza menekankan bahwa kondisinya sangatlah berbeda dengan Venture Capital (VC) yang sifatnya langsung memberi modal. Di Digico, Telkom membangun ide awal dan menjalankan fungsi inkubasi, ketika sudah merasa cukup besar, barulah mengundang investor untuk memvalidasi bahwa ide tadi benarlah bisa memberikan hasil. Sehingga pada akhirnya nanti Telkom akan memiliki produk digital yang nantinya dimiliki oleh beberapa pihak dan bukan monopoli Telkom. Dengan hadirnya permodalan dan investasi pihak lain, maka di situlah value-nya semakin naik karena terbukti bisa menggandeng partner.

Saat ditanya tentang fokus DigiCo, Riza menjelaskan bahwa Telkom sudah melakukan assesment tiga vertikal ke dalamnya.

“Pertama adalah B2B e-commerce PaDi UMKM yang tadinya di-endorse oleh Kementerian BUMN. Semula, awalnya kita punya e-commerce yang diisi oleh merchant yang merupakan vendor-vendor BUMN. Vendor-vendor BUMN ini kita endorse untuk berjualan di platform kita, dimana BUMN-BUMN sebagai pembeli atau marketnya. Sehingga sebetulnya dengan kita mengundang vendor-vendor BUMN ini maka yang terkumpul di sini sebetulnya adalah merchants yang sudah verified, sudah terpercaya dan terseleksi dari BUMN. Kesini, pada akhirnya kita unlock menjadi B2B e-commerce. Bagi pengusaha UMKM, kita sediakan wadahnya di PaDi UMKM,” papar Riza.

Ia melanjutkan, “Yang kedua kita punya Logee, ada Logee Trans dan Logee Distri yang bertugas di B2B untuk logistik. Sementara yang ketiga adalah advertising dan kita punya TADEX. Karena sebetulnya Telkom memiliki kekuatan di bidang advertising dari pelanggan Kartu Halo, pelanggan IndiHome yang bisa menjadi viewer. Kemudian dari sisi platform, kita juga memiliki advertising platform yakni TADEX tadi. Nah, itulah tiga vehicle-nya DigiCo yang sedang kita siapkan”.

Strategi Orkestrasi Digital Telkom

Tidak seperti startup yang sifatnya lebih ke marketplace, produk-produk digital Telkom yang massive memerlukan adanya orkestrasi. Sekali lagi, orkestrasi ini dibutuhkan untuk menyingkirkan hal-hal yang sudah dijelaskan di atas. Orkestrasi juga merupakan salah satu strategi bisnis yang dijalankan Telkom. Ada tiga bentuk orkestrasi berdasarkan aktivitas yang dilakukan, yaitu early detection, implementation, dan decision.

Baca juga: Strategi Komang Aryasa Optimalkan Produk Digital Telkom

Early Detection

Bagi Riza, sebaiknya semua inisiasi produk digital dilakukan melalui early detection, artinya setiap hendak melakukan inovasi produk haruslah dipastikan tidak ada produk eksisting yang bergerak di arena, ekosistem, maupun value chain yang sama.

Dimulai dari memetakan opportunity di market dan memilih sesuai dengan compatibility yang mumpuni di ranah tersebut, “di sini kita melihat poin masing-masing setelah kita memutuskan mau masuk di sektor mana, barulah dibuatkan solusi di masing-masing vertikal. Caranya adalah kita men-develop produk yang cocok untuk masyarakat. Bisa dibilang, kalau early detection ini adalah strategi dalam memilih portofolio”.

Implementation

Selanjutnya, implementation yaitu mengkonsolidasikan kekuatan yang tersebar di grup, atau menyambung-nyambungkan kapabilitas yang dimiliki dengan kapabilitas yang diperlukan.

Ketika akan menangkap opportunity dalam bisnis digital, Telkom mengeluarkan effort besar dengan mendirikan satu direktorat besar, yaitu Direktorat Digital Business yang baru dibentuk dua tahun belakangan. Salah satu divisi di dalamnya adalah Digital Business and Technology (DBT), yang saat ini merupakan divisi paling besar dibanding divisi lainnya. Hal ini merupakan bukti keseriusan Telkom dalam menangkap peluang digital yang memiliki kelanjutan dari bisnis konektivitas melalui digitalisasi.

Pada dasarnya DBT mengcover banyak vertikal baik di health, agriculture, logistic, education, dan travel and tourism. Lalu, divisi ini juga menyediakan platform untuk Digital Infrastructure, memiliki infrastruktur sendiri, begitu juga dengan assurance system. Sehingga diharapkan DBT mampu menjadi engine dalam menangkap opportunity digital yang sudah dibahas sebelumnya.

Bisnis Digital Telkom yang bersifat platform menerjemahkan posisi Telkom yang dapat memfasilitasi banyak pihak dengan menyediakan platform yang bisa dipergunakan banyak pihak. Memetakan value chain adalah penting karena kolaborasi adalah suatu keniscayaan tersendiri.

“Di sisi implementasi kita memiliki tiga strategi, kita bisa membangun sendiri sebagai strategi build, atau bisa juga menggunakan strategi buy dengan membeli perusahaan yang sudah jadi. Atau menggunakan strategi borrow, dimana kita bekerjasama sebagai partnership. Ketiga strategi ini untuk melengkapi capability kita. Artinya jelas, dalam konteks kolaborasi selalu terbuka ruang-ruang kerjasama dengan semua elemen. Harapannya adalah kita bisa menjadi platform yang berada di tengah-tengah,” tambah Riza.

Decision

Bentuk ketiga yaitu decision yang diambil saat terjadi overlap sehingga harus dianalisis solusi terbaik yang paling menguntungkan dari kacamata group, lantas diputuskan bersama. Tak kurang seratusan produk digital milik Telkom Group yang sekarang sedang diidentifikasi dan di dalamnya ada beberapa overlap yang harus segera mendapatkan penataan. Inisiatif membuat sendiri solusi digital yang sebetulnya sudah ada di unit lain haruslah direm. Alih-alih menciptakan sendiri, seharusnya yang dilakukan ialah menyempurnakan yang sudah ada.

“Supaya tidak terjadi balap-balapan yang membuat banyak produk saling tumpang tindih. Caranya adalah dengan mendapatkan manfaat yang paling maksimal dari keberadaan produk-produk yang overlap tadi, apakah akan dimatikan salah satu, apakah akan digabung atau dikonsolidasikan ke satu yang terkuat. Intinya adalah bagaimana kita memaksimalkan benefit dari semua effort yang ada di Telkom supaya bisa menghasilkan yang maksimum dan menyingkirkan ego sektoral,” pandang Riza dalam menatap tantangan yang dihadapi Direktorat Digital.

Oleh sebab itu, Riza menekankan bahwa seharusnya orkestrasi dilakukan di awal secara lebih dini sebagai perencanaan yang matang. Bahkan sekarang Kementerian pun telah mengatur lebih ketat mengenai proses membangun mendirikan anak perusahaan baru. Sebagaimana seorang anak, tentu harapannya adalah anak tersebut kelak dapat berdiri sendiri dan mandiri.

“Intinya, membesarkan satu inisiatif itu perlu effort yang luar biasa. Mending kita punya satu unicorn tetapi yang impactfull dan powerfull dan saya berharap Telkom bisa fokus, yang sudah lama diinkubasi tetapi tidak bertumbuh, ada baiknya ditutup saja,” pungkas Riza.

Ingin menjadi digital talent Telkom Indonesia dan berkarya menghasilkan sesuatu yang impactfull dan powerfull? Segera cari peluangmu dengan klik button di bawah ini!

Masih penasaran dengan cerita lainnya? kunjungi medium kami dan follow untuk mengikuti keseruan lainnya!

Formulir Pertanyaan