Leap Logo

Tantangan Seorang Designer di Ranah Logistik dalam Mendefinisikan Digital Product dan Objective Key Result

LP

Leap by Telkom

05 Oct 2022 10.30 WIB

portrait

Hallo leapers, kali ini kita akan berbagi kisah tentang Erlon Rindu Siahaan. Ia merupakan seorang UX Designer Lead di Tribe Logee yang sebelumnya telah malang melintang di dunia digital.

Ternyata sekira tahun 2012 sebelum jamak dikenal istilah product designer, Erlon sudah menangani marketing pada produk digital. Kalau sekarang UI designer menjadi product designer, User Experience Design (UXD) dipecah menjadi UX Writer, UX Researcher, nah dulunya kesemua role itu di-conduct oleh satu orang dan itulah yang dikerjakan Erlon. Ia pun juga pernah mengerjakan design cover majalah di sebuah media digital. Hingga akhirnya tahun 2017 ia membangun sebuah startup portal berita anak muda bersama seorang rekanan.

Baginya, inilah awal ia benar-benar terjun lebih praktis di digital produk dimana ia menjalankan bootstrapping dengan menghandle keseluruhan design campaign dan mempelajari hal lain di luar itu. Terutama bagaimana dalam hal me-manage produk. Dua tahun setelah itu baru ia bergabung di Telkom dan benar-benar nyemplung sebagai Product Manager (PM). Role yang ia jalani pun cukup crossover, karena selain pernah menjadi seorang PM, ia juga pernah merasakan menjadi seorang Product Researcher.

Awalnya, Ia mengaku sedikit terkejut ketika mengetahui bahwa Telkom memiliki banyak produk digital yang sedang dikembangkan, “kayanya challenging nih di sini, karena kan jujur aja sih, Telkom sebagai BUMN yang memiliki cita-cita menjadi company digital, apakah sanggup? Apakah Telkom memiliki DNA untuk menjadi company yang melahirkan produk-produk digital? Apakah image BUMN yang birokratis, prosedural mampu untuk itu? Sementara di startup kita tahu bahwa birokrasinya singkat dan satu orang bisa menjalani banyak role. Pertanyaannya adalah mampukah saya membawa perubahan ke sini? Jadi memang dari dulu motto saya adalah ingin membawa perubahan atau pengaruh, dan punya impact ke company tersebut”.

Baca juga: Ruang Kontribusi itu Bernama AGI

Challenge accepted. Tetapi yang menjadi persoalan adalah Erlon belum pernah memiliki pengalaman mumpuni di logistik. Pertanyaannya adalah, apa yang kemudian dilakukan Erlon?

Tantangan Seorang Designer di Ranah Logistik

Sebagai seorang designer, Erlon menyebutkan satu hal yang wajib dimiliki, yaitu kemampuan untuk adaptif dimana designer harus fleksibel ketika ditempatkan dimana pun, dan wajib memiliki kemauan untuk belajar.

“Jadi yang paling struggle di tahap awal adalah mempelajari terminologinya, karena di logistik itu ada istilah supply chain. Kita harus mempelajari bagaimana alur distribusinya. Tantangan kedua adalah mempelajari tentang how to build product bersama tim. Jadi intinya sih sebagai designer kunci utama keberhasilan adalah kemauan belajar dan beradaptasi. Willing to learn itu saya pikir bisa menjadi key factor untuk seorang designer bisa diterima di mana saja,” kata dia.

Erlon sudah membuktikan hal tersebut dengan berbagai pengalaman yang ia alami. Rupanya sewaktu bekerja di media, ia meramu sendiri bagaimana style dan product design yang sesuai dan semua ia pelajari sendiri. Pun begitu ia masuk ke industri kelapa sawit, ia mulai mempelajari bagaimana industri hulu ke hilir, bagaimana mengenai produk turunannya, seperti apa distribusi bahkan sampai isu sosial yang sedang dihadapi dan bagaimana hubungan perusahaan dengan pemerintah. Saat ia membangun startup sendiri, ia pun akhirnya belajar membuat pitchback, business proposal, dan mempelajari desain lebih dalam. Sama pula ketika ia bekerja di Fintech, ia mempelajari hal berkaitan security system sehingga tahu apa yang dibutuhkan dari sisi design. Kesemua ini menjadi modal utama Erlon beradaptasi. Ketika ia ditempatkan pada industri yang berbeda, taruhlah logistik, khususnya Logee sebagai product digital yang dikembangkan Telkom, ia tidak merasa gagap akan apa yang harus dikerjakan.

Baca juga: Tantangan Social Media Specialist dalam Membangun Penjenamaan Produk Digital Telkom

Tim Logee Telkom Indonesia

Mau jadi digital talent Telkom Indonesia seperti Erlon? Cek lowongan yang tersedia dengan klik button di bawah ini!

Menyederhanakan Kompleksitas

Menurut Erlon, membuat dokumen yang bisa diwariskan itu penting. Hal ini dikarenakan untuk mengetahui bagaimana flow yang terjadi dalam sebuah industri yang sedang dijalankan.

“Misal kalau di Logee Trans, kita perlu tahu sebenarnya untuk pesan cargo sama trucker itu bagaimana sih? Kemudian kalau di Logee Distri bagaimana proses perpindahan barangnya? Kita menerima barang untuk dimasukkan ke gudang, lalu di gudang akan diatur seperti apa? Nah, flow ini harus jelas mengenai proses dan pencatatannya,” kata Erlon.

Apabila flow ini sudah diketahui, Erlon mengatakan bahwa tahap pertama dalam memahami supply chain sudah diperoleh, yakni ternyata pada rantai pasok tersebut memiliki banyak titik-titik dan flow-nya bercabang-cabang. Maka, ia akan dihadapkan dengan tantangan kedua, yakni bagaimana end-to-end business process berjalan.

Kedua hal tersebut ternyata menjadi tantangan bagi Erlon ketika ia diangkat menjadi Head of Design di Logee. Walapun, ketika itu, ia memiliki tanggungjawab untuk mempelajari product visibility dan product tracking yang keseluruhan rangkaian proses ini bermuara pada kemudahan user dalam memahami tampilan data yang kompleks antara transaksi, Gross Merchandise Value (GMV) dan revenue. Lalu, menjadi lebih kompleks lagi manakala disambungkan dengan distribusi. Banyak komponen seperti mitra trucker, cargo owner, gudang, warehousing misalnya, terang saja membuat Erlon dan tim membutuhkan waktu yang tidak sedikit dalam meng-capture big picture atas industri-industri yang berada dalam supply chain.

“Setidaknya butuh 6 bulan untuk menerjemahkan model bisnis rantai pasok itu seperti apa dari sisi design. Bagaimana kita membikin hal sekompleks itu menjadi sesimple mungkin, agar memudahkan user dalam menggunakan produk kita, dan itu masih challenging sampai sekarang. Saya merasa bahwa Logee adalah living product yang artinya terus bertumbuh dan berkembang, jadi kita melakukan evaluasi setiap saat. Jadi sebagaimana selayaknya sebuah produk yang seharusnya improvement terus menerus sampai menjadi maturity product,” jelas Erlon.

Erlon menceritakan bahwa setiap masalah kompleks akan selalu ada solusinya, “sebagai contoh kemarin kita sempat mengadakan workshop di Semarang, dimana semua tim strategist, tim product kumpul bareng dan kita mengevaluasi produk, kebetulan saya yang lead role gate-nya. Di sini kami melihat dan melakukan mapping lagi terkait tantangan yang dihadapi sekarang yang mana terjadi dinamika juga dari tantangan yang dihadapi sebelumnya. Saat ini kami sedang melakukan improvement dengan mengintegrasikan berbagai macam produk digital menjadi satu produk yang seamless antara bisnis, operation, dan solution-nya”.

Menerjemahkan OKR

Selanjutnya, dalam menerjemahkan Objective Key Result (OKR), Erlon dan tim Logee senantiasa melakukan agenda meeting setiap 2 minggu sekali di hari selasa. Di sinilah digodok dan saling menginformasikan, termasuk membangun DNA agar Telkom melahirkan startup yang mumpuni. Selain itu, tim juga merangkum opportunity untuk mendevelop Logee sesuai dengan misi menjadikannya sebagai national digital supply chain.

“Kita ingin Logee bisa berperan sebagai bridging, jembatan yang menghubungkan semua stakeholder di supply chain, seperti misalnya mitra trucker, mitra cargo owner, dan lain-lain. Begitupun dengan warehousing-nya. Nah, salah satu motto kita adalah tidak meng-eliminate pemain, justru mengajak pihak lain, dalam hal ini stakeholder untuk grow together. Hal ini sesuai dengan mimpi Pak Natal, Ecosystem Leader Logee, dan key message ini lah yang harus terdeliver terlebih dahulu ke tim, sehingga visi misi kita sejalan dalam menerjemahkan OKR,” tambah Erlon.

Dengan bermitra, Erlon menjelaskan bahwa itu merupakan salah satu strategi dalam mengukur kapasitas Logee serta upaya memitigasi resiko dan mitigasi cost. Sehingga, kekuatan Logee adalah pada data sharing yang diolah menjadi insight bagi customer atau user. Karena bagaimanapun, sebagai sebuah produk digital, user sangatlah menentukan dalam hal men-define produk tersebut. Ketika mereka tidak satisfied, maka kecenderungannya mereka akan switch ke produk lain yang dirasa lebih comfort.

“Maka saya katakan tadi, sebuah product digital adalah living product yang dibentuk oleh banyak faktor, yang tujuannya adalah untuk serve user, kalau kita tidak mengatasi problem yang dihadapi user ya siap-siap saja produk kita tidak akan dipakai”.

Mendefinisikan Karakter Product Digital

Leapers juga perlu mengetahui bahwa Logee diperuntukkan bagi Business to Business (B2B), bukan Business to Customer (B2C). Jelas, hal ini akan berbeda sekali dalam mendefinisikan karakter Logee sebagai produk digital. Erlon dan tim sedang menyusun bagaimana agar Logee dikenali ketika berhadapan dengan interface-nya, meskipun seseorang menggunakan produk turunan dari Logee, tetapi ia tetap bisa mengidentifikasi jika produk tersebut adalah produk Logee.

Baca juga: Benarkah Auto Machine Learning Mengancam Profesi Seorang Data Scientist?

Berbicara terkait alur pekerjaan yang dilakukan Erlon sebagai Lead Designer, hal ini diawali dengan diskusi bersama tim User Experience Design (UXD). Lalu ia membuat discovery bersama, baru kemudian mendesain sesuai dengan gambaran kebutuhan user. Lantas, ia bersama tim akan mengadaptasi terkait technical issue sehingga akan ada beberapa tahapan discovery kembali dalam men-define apa yang ingin dibuat. Termasuk menelaah seperti apa impact-nya, dan seberapa lama proses pengerjaan. Setelah semuanya berjalan, Erlon CS akan berhadapan dengan technical critic bersama design critic, keduanya ini akan menentukan pula seperti apa desain yang tepat untuk Logee.

“Teman-teman technical akan melihat kesulitan apa yang akan muncul, lalu mereka memberikan advice. Misal, loading page-nya akan lebih cepat jika begini, berarti butuh hal ini, nah requirement itu bisa berubah ketika selesai design grind dan technical critic. Jika ada input dari tribe leader maka kita akan merevisi lagi, jika sudah selesai barulah masuk ke stream backlog, diteruskan ke development,” papar Erlon.

Sebuah konsistensi merupakan keniscayaan. Erlon meyakini bahwa setiap usaha akan terlihat arah keberhasilannya di tahun kedua, apakah masih terus on going atau bertahan. Sehingga adaptable adalah keharusan. Konsistensi berkaitan dengan dua hal, yakni konsistensi untuk berkembang dan konsistensi untuk improvement. Sehingga, sekali lagi ia menekankan bahwa sebagai seorang designer, mindset ini harus terus terpelihara.

Baca juga: Bagaimana LKPP Bersama Telkom Membentengi Uang Negara

“Telkom adalah sebuah company yang sudah menuju ke arah yang benar yakin menjadi tempat dilahirkannya solusi-solusi digital dan sedang menumbuhkan DNA startup di dalamnya sehingga apapun yang dilahirkan nanti bisa lebih efektif dan efisien. Jika teman-teman merasa ingin mengambil peran dalam proses ini, sekaligus menjadi bagian memberi impact yang lebih luas lagi terhadap masyarakat Indonesia, Telkom adalah tempat yang tepat untuk bergabung!,” pungkas Erlon.

Masih penasaran dengan cerita lainnya? kunjungi medium kami dan follow untuk mengikuti keseruan lainnya.

Formulir Pertanyaan