Leap Logo

Jualan di PaDi UMKM: Operasional Kantor Tertolong Berkat Toko Kelontong

LP

Leap by Telkom

27 Sep 2023 18.10 WIB

portrait

Coffee Break. Adalah istilah yang sering kita dengar dan gunakan. Coffee break sendiri maksudnya adalah sesi istirahat di sela produktivitas kerja. Istilah ini sudah digunakan jauh-jauh waktu, ada yang mengatakan sudah sejak era tahun 1800-an ketika sebuah festival di Washington betajuk Coffee Break Stoughton. Tetapi, kaitan pastinya dalam dunia kerja dimulai pada awal tahun 1900-an. 

Coffee break resmi menjadi tunjangan bagi karyawan saat itu di Amerika. Banyak perusahaan mulai menerapkan kebijaksanaan untuk memberikan waktu sela tersebut. Salah satunya adalah perusahaan Buffalo di New York yang memfasilitasi 15 menit waktu istirahat dengan pemberian kopi gratis. Itu terjadi di tahun 1902. Hal tersebut terus berlanjut sampai sekarang termasuk pula di Indonesia.

Sebetulnya, meskipun mengurangi sedikit waktu produktif di kantor, Coffee break justru bermanfaat meningkatkan produktivitas kerja. Selain bisa mengurangi stress dan penat, Coffee Break juga bisa mempererat hubungan dengan rekan kerja, membantu menjaga fokus, dan memberi manfaat bagi kesehatan. Ujung-ujungnya, peningkatan produktivitas lah yang akan dicapai. Maka tidak heran jika beberapa perusahaan atau perkantoran bahkan memiliki anggaran khusus untuk itu.

Ketika perusahaan memiliki kebutuhan-kebutuhan ini, maka ada peluang bagi pihak lain untuk memenuhinya. Salah satu penangkap peluang tersebut adalah Dewi Suraya, pemilik usaha Rowtea yang berasal dari Kota Binjai, Sumatera Utara. 

Dewi pernah berjualan di stasiun Kereta Api di Binjai dengan membuka outlet usaha makanan dan minuman pada tahun 2022. Pembelinya adalah pengunjung stasiun yang datang dan pergi, sementara pelanggan tetapnya adalah para pekerja di stasiun tersebut. Mereka biasanya datang di jam-jam istirahat atau saat coffee break. Dari para pekerja inilah, ia kemudian mendapat informasi jika pihak Kereta Api Indonesia (KAI) Binjai membutuhkan logistik untuk kebutuhan kantor. Dan atas saran seorang teman, ia mulai belajar berjualan di Pasar Digital (PaDi) UMKM.

“Awalnya jualan makanan ringan dan minuman. Trus, ada yang bilang, coba deh jualan di PaDi. Saya coba cari tahu dan pelajari. Ternyata tidak sulit untuk belajar PaDi. Jadi, saya mulai membuat akun di marketplace PaDi. Nah, kebetulan kan PT Kereta Api kan salah satu buyer-nya PaDi dan saya perhatikan ternyata pembelinya memang kebanyakan dari BUMN. Jadi, saya pikir lebih baik saya buka ‘toko kelontong’ saja,” kata Dewi.

Dewi mulai mengisi toko online nya dengan bermacam barang kebutuhan sehari-hari. Menurut Dewi, operasional kantor membutuhkan gula, kopi, pembersih lantai, pembersih kaca, sabun cuci tangan, tissue, dan logistik lain. Dan benar saja, dagangannya mulai dilirik. Pembeli pertamanya tentu saja dari pihak Kereta Api Binjai, tetapi setelahnya berbagai orderan datang silih berganti. BUMN seperti Mandiri dan Telkom juga menjadi langganannya. Bukan hanya dari Binjai saja, tetapi pembeli berasal dari Rantauprapat, Padang, bahkan pernah juga dari Jakarta.

Menurut Dewi, berjualan di PaDi adalah salah satu upayanya membantu pemerintah dan BUMN menciptakan transparansi. Persaingan di PaDi pun dirasa sehat. Dewi tidak perlu menaik-naikkan harga atau sebaliknya menjatuh-jatuhkan harga demi mendapat transaksi. Dan pembeli pun bisa membandingkan harga antar toko dengan mudah. Ketika dilakukan audit pun, pembeli bisa dengan mudah menunjukkan bukti transaksi. Hal ini, tentu saja sejalan dengan prinsip G (Governance) dari Environmental, Social, dan Governance (ESG) untuk menciptakan tata kelola perusahaan yang lebih baik. 

“Saya pernah mengalami efek dari ketidakterbukaan meskipun dalam skala yang kecil, tidak sebesar perusahaan. Tetapi saya pernah sampai tutup outlet karena dibohongi oleh karyawan dan itu momen terendah yang pernah saya alami. Saya membayangkan jika hal ini dialami oleh perusahaan besar, bagaimana jika tidak ada keterbukaan di dalamnya,” tambah Dewi.

Tidak kalah penting juga menurut Dewi, menyediakan barang-barang kebutuhan sehari-hari yang berkualitas untuk kebutuhan kantor sama halnya ia membantu menciptakan suasana kerja yang nyaman. Ia relatif menyeleksi barang-barang yang ia jual. Agar ketika dibeli dan dipakai nanti mendatangkan kenyamanan. Bukankah kenyamanan bekerja juga bisa mendukung para pekerja lebih produktif?

Lebih lanjut, Dewi pun optimis jika berjualan online saat ini punya prospek yang besar ke depannya. Meski dia sendiri tetap memiliki toko fisik sebagai penunjang. Apalagi setelah melihat perjalanan setahunnya bersama PaDi yang telah berhasil mencetak transaksi sebesar Rp90 juta. Nilai yang cukup besar untuk produk-produk kecil yang ia jual. 

“Saya rasa kebutuhan sehari-hari di pasar digital ini sangat potensial, saya sendiri sudah malas kalau harus pergi ke pasar untuk beli sabun dan lain-lain. Sekarang kan serba mudah ya. PaDi UMKM menurut saya sangat membantu memasarkan produk-produk yang saya jual. Sebelumnya hanya offline dan sekarang saya menjualnya secara online. PaDi benar-benar membantu perekonomian keluarga saya, semoga nanti akan lebih banyak dipertemukan dengan BUMN lain,” pungkas Dewi.

Formulir Pertanyaan