LP
Leap by Telkom
•
01 Sep 2023 15.50 WIB
Dia bernama Febrian Gandamiharja. Salah satu Account Manager di Telkom Regional (TReg) 4 - Yogyakarta. Baru-baru ini ia berhasil melakukan hatrick produk digital OCA untuk Gunungkidul, Kulon Progo, dan Bantul selama 2023 ini.
Menjadi AM baru dilakoninya dua tahun ke belakang, namun menjadi insan Telkom, sudah dimulai sejak usia belia. Dimulai saat ia berusia 15 tahun dan masuk ke SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto yang sangat ia banggakan.
“Nah, alhamdulillah lulus itu kan kelebihan kalau kita sekolah di SMK kita bisa pilih mau lanjut kerja atau kuliah. Jadi, saya ikut Unit Bursa Kerja. Di sini saya diberi beberapa pilihan perusahaan, tapi saya mantap ingin lanjut ke Telkom,” buka Febri.
Ia mengenang apa yang dulu awal-awal dikerjakan. Tahun 2008 Febri bertugas di Yogyakarta sebagai Engineer Speedy. Speedy sendiri adalah penyedia jasa internet milik Telkom yang berbasis teknologi akses Asymmetric Digital Subscriber Line (ADSL) dan Gigabit Passive Optical Network (GPON) menggunakan jaringan fiber optik. Sejak 2015 pelayanan di bawah Speedy dihentikan dan Telkom mengubahnya menjadi IndiHome.
“Saya masih ingat banget tuh, tulisan di baju kita masih 384 kbps, itu harganya 300 ribu. Semahal itu dulu! Sekarang 300 ribu sudah dapat 30 mbps lah ya, paling engga 50. Waktu itu saya di unit maintenance, jadi kalau ada gangguan atau laporan ke 147, atau lewat platform apapun, atau lapor ke plasa, nah itu saya dan tim yang handle,” jelasnya bersemangat.
Dari awal menangani gangguan itu juga, ia memang sering menangani pelanggan Government Enterprise Business (EGBIS) seperti Kementerian Agama Yogyakarta dan Keraton Yogya. Kelak, pengalaman dan relasinya di sini akan memudahkan Febri membangun jaringan ketika menjadi AM.
Menjadi Account Manager
Sebelum pandemi Covid 19 benar-benar usai sekitar dua tahun ke belakang, Febrian menerima tantangan menjadi seorang AM. Meski sekilas kedua peran ini sangatlah berbeda dan bertolak belakang, namun pengalamannya di lapangan membuat Febri merasa apa yang dia kerjakan sebelumnya, membantu karir saat ini.
“Dulu itu paling mentok kita solusi untuk teknis, tetapi memang dari dulu saya sudah belajar bagaimana caranya paham tentang Project Management. Jadi, kita harus bisa bikin dari mulai survei lokasi, mengidentifikasi kebutuhan customer seperti apa, membuat Rencana Anggaran Biaya (RAB) atau Surat Penawaran Harga (SPH), sampai ke dealing harus bagaimana, biar bisa deal nego harga dan segala macam. Bahkan sampai ke invoice dan laporan keuangan laba rugi, sebaiknya kita tahu dan kita yang menghitung,” papar Febri.
Ilmu itulah yang dijadikan bekal sebagai seorang AM. Menurut Febri, seorang AM harus mampu bertindak secara end-to-end, mulai dari pre sales sampai dengan after sales. Yang membuatnya benar-benar berbeda dengan engineer adalah AM harus mengetahui proses bisnis, bagaimana target, seperti apa agar bisa achieve, yang pada intinya harus belajar business management.
Tahun pertama sebagai AM, Febrian diamanahi tiga lokasi yang terdiri atas dua Pemerintahan Kabupaten (Pemkab), satu Pemerintahan Kota (Pemkot), dan juga semua Kepolisian Resor (Polres) di Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Dari Pemkab Kulon Progo ini alhamdulillah secara connectivity memang sudah dapat senilai Rp 1,2 Miliar, turunan dari AM lama. Sementara untuk produk atau solusi digital, awal saya masuk ke Gunung Kidul itu masih nol banget. Berarti kan saya dapat amanah bagaimana caranya agar kita bisa mengakuisisi kompetitor. Karena begini, di government itu kan belum ada anggaran baru saat itu. Nah, di tahun pertama saya pendekatan dengan segala hiruk pikuknya. Kemudian di tahun ke 2 bulan Januari, alhamdulillah saya bisa win akuisisi senilai Rp1.2 Miliar juga,” senyum syukur Febri tersemat di bibir.
Pencapaian Febri ini menjadikan ia sebagai salah satu AM muda tercepat.
Kiat Sukses Febri Pasarkan Produk Digital
Untuk keberhasilannya ini, Febri punya kiat tersendiri. Ia tidak setuju jika ada orang yang berpendapat kalau seorang AM harus melakukan pendekatan utama hanya kepada Key Person saja. Melainkan harus mengenal peta Key Person itu sendiri, siapa Influencer-nya, siapa Key Person-nya, dan siapa User-nya.
“Karena basic saya adalah orang teknis, maka pendekatan yang saya lakukan adalah dari bawah. Dari end user saya cari user-nya siapa yang nanti menggunakan tuh teman-teman teknisi, misalkan. Nah, mereka ini kebutuhannya apa perlu kita cari tahu. Sehingga nanti comply dengan apa yang kita tawarkan. Menurut saya, AM tuh harus tahu yang siapa yang menggunakan nanti, jangan sampai kita cuma dekat sama influencer dan key person saja. sedang kan End User kita abaikan.”
Apa yang disampaikan Febri ini bukan kecap semata, tim Leap menyaksikan sendiri ketika kami melakukan kunjungan ke Kantor Pelayanan Pajak Daerah (KPPD) Kulon Progo, Fabri tampak luwes berinteraksi dengan satpam, officer, bahkan dengan petinggi-petinggi di jajaran tersebut.
Baginya, AM sebetulnya merupakan penghubung antara internal dalam hal ini Telkom kepada pihak eksternal atau pelanggan. Untuk membantu mereka melakukan proses bisnis, memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan lebih baik lagi, bahkan jika memungkinkan agar menjadi yang nomor satu di ranahnya, “makanya kita harus comply juga alat produksi kita, ketersediaan jaringan kita di titik-titik lokasi yang dibutuhkan”.
Sehingga untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan ini, mutlak diperlukan kolaborasi dengan banyak unit.
“Di Telkom itu kan lengkap ya, di Kabupaten dan di Kecamatan. Di Kabupaten itu kita ada kanto-kantor kecilnya dna kita punya yang namanya Head of Representative Office atau dikenal dengan sebutan Hero. Nah, biasanya saya dan Hero ini akan ‘jalan’ bersama,” tambah Febri.
Febri menyebut bahwa tantangan utama menjadi seorang AM adalah menjembatani antara keinginan customer dan bagaimana caranya supaya bisa comply serta aman dari aspek legal. Pada dasarnya, costumer memiliki pilihan untuk menggunakan produk kompetitor atau melakukan perbandingan. Sehingga mempersiapkan aspek legal dan ketepatan dalam delivery adalah penting. Baik solusi yang sesuai, juga terkait waktu.
AM Itu Konsultan, Bukan Sales!
Febrian menyebut bahwa Telko memiliki satu hal penting yang tidak dimiliki entitas lain. Yaitu, Telkom memiliki ekosistem digital! Ini adalah keunggulan tersendiri.
“Secara produk, kita bisa bilang ya memang sebagus itu! Dari sisi teknis pun, karena saya orang teknis, saya bisa bilang ini bagus dengan cara membedakan dari sisi security, legalitas, dan semuanya itu tuh lurus. Kalau sekarang kita hanya jualan connectivity tuh sudah murah ya, makanya kita pelan-pelan beralih ke digital. Di sisi ini, sebagai AM saya memposisikan diri sebagai konsultan, bukan sales. Sebaiknya tidak hard selling, harus disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan. Apalagi di government, udah mah dia ga butuh, anggarannya ga ada, ngapain? Makanya penting kita tahu isu-isu dan informasi terkini, misal tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik atau SPBE. Nah, kita bisa masuk dari situ!,” jelas dia.
Sekarang sudah ada penilaian tentang index SPBE dan setiap kabupaten kota diberikan penilaian. Sehingga mereka membutuhkan data center untuk memenuhi persyaratan dan memenangkan penilaian tersebut. Data Center ini akan memperlihatkan pengelolaan data mereka seperti apa, pelayanan terhadap konsumen, tata kelola internal, dan lain-lain. Inilah sebetulnya peluang yang bisa diisi oleh produk digital Telkom, sebutlah seperti Big Box atau OCA misalnya.
Menutup obrolan bersama Leap, ia menyebut tiga hal sebagai representasi diri yag selalu ia upayakan, yaitu berpikir positif, bekerja cerdas, dan bekerja ikhlas. Selebihnya, usai semua ikhtiar dijalankan Tuhanlah yang akan mengatur. Karena ia percaya bahwa hasil tidak akan pernah mengkhianati usaha. (hzr)